Dua Puluh Empat

1.7K 235 90
                                    

-🔓-

"Kau pernah mendengar tentang kisah seekor naga penjaga apel?" tanya mothernya.

Chryssa kecil menggeleng sambil mengedikkan bahunya. Mothernya tersenyum lalu mengusap rambut Chryssa pelan.

"Seekor naga yang ditakdirkan untuk menjaga pohon apel emas milik dewi Hera-----" mothernya bercerita panjang lebar.

Chryssa hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia cukup tertarik dengan cerita-cerita di balik rasi-rasi bintang. 

"Kau tau sayang, aku ingin kau menjadi apel emas itu untukku, jangan biarkan orang lain memanfaatkanmu, karena kau apel emasnya, kau yang berharga" 

Zwing

Chryssa membuka matanya sedikit terkejut. lagi-lagi mimpi yang seharusnya indah, tapi malah memberi aura buruk untuknya. Ia bangkit dari tidurnya lalu mendudukkan diri sebentar, sebelum akhirnya meraih sweaternya dan beranjak pergi keluar kamar. Chryssa berjalan mengendap, yeah tentu saja, ia tidak mau membangunkan teman-temannya, ini sudah sangat larut untuk beralasan belum bisa tidur, dan masih sangat pagi untuk beralasan bangun terlalu pagi. 

Chryssa menuruni tangga pelan sambil memeluk sweater yang rencananya akan dia kenakan di common room nanti.

Chryssa menyeringai saat menyadari acara mengendap-endapnya berjalan dengan lancar. jujur saja, setelah mendapat mimpi yang beraura tidak menyenangkan itu, Chryssa lebih memilih untuk terjaga daripada harus melanjutkan tidur dan kembali pada dunia mimpinya itu. hari-hari sebelumnya, setelah mendapatkan mimpi yang tak menyenangkan itu, Chryssa hanya berdiam diri dikamar, sekedar merenung di atas ranjangnya, lalu berpura-pura tidur saat sinar matahari perlahan menyelinap masuk kedalam kamarnya. 

Perlu kalian tahu, walaupun kamar Chryssa di asrama Slytherin, tapi pemandangan luar jendela yang ia dapat bukanlah pemandangan bawah danau. Kamar Chryssa berada di ujung asrama perempuan, yang berarti posisinya berada lebih tinggi dari keselurahan asrama Slytherin. dari jendela kamar Chryssa kita bisa melihat bebatuan yang langsung berbatasan dengan air danau, sebenarnya bisa dibilang cukup indah, tapi terkadang Chryssa juga bosan memandanginya.

Ini adalah kali pertama untuk Chryssa mengendap-endap keluar kamar di malam hari. Ia memutuskan untuk duduk di karpet menyender ke sofa, sambil memperhatikan perapian yang sudah padam. Chryssa menekuk kakinya lalu memeluknya erat. 

Ia merenung memikirkan apa maksud dari mimpi-mimpinya. Mimpi pertama ia melihat seorang wanita yang sangat mirip dengannya, mimpi kedua dia melihat mothernya sedang menggendong bayi dan fathernya terlihat sangat tidak suka pada bayi itu, mimpi ketiga kejadian saat mothernya pertama kali menceritakan tentang kisah di balik rasi bintang draco. Chryssa mencoba menyusun semua mimpi yang ia ingat sedemikian rupa dalam otaknya. Nihil, tak ada yang ia dapatkan.

Chryssa semakin erat memeluk kakinya yang tertekuk.

Lamunan Chryssa pecah saat mendengar suara langkah kaki dari tangga. Chryssa hanya diam tak peduli. Langkah kaki itu semakin mendekat ke arahnya.

"Mila.." lirih Draco dengan ekspresi sedikit terkejutnya.

Chryssa menoleh, ah, prianya.

Draco berjalan mendekat lalu duduk di sebelah Chryssa. Draco meluruskan kakinya lalu kepalanya ia sandarkan di sofa. Tangannya ia lipatkan di depan dada.

Suasana hening untuk beberapa menit. Tak ada yang memulai pembicaraan, mereka hanya diam dan sibuk dengan fikiran mereka masing-masing.

Chryssa sibuk dengan mimpinya, dan Draco sibuk memikirkan ribuan masalahnya.

AmigdalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang