Dua Puluh Satu

1.7K 224 37
                                    

-🔓-

Great Hall di penuhi para murid yang tak tau kenapa, sangat tertarik melihat para calon pejuang Triwizard memasukkan perkamen berisi nama mereka ke piala api. Beberapa orang terlihat serius mengamati mereka yang datang dan pergi, yang lainnya terlihat hanya sekedar raga yang ada di sana, jiwanya entah melayang kemana, mungkin ke dalam buku yang di baca--seperti yang Chryssa lakukan sekarang.

Chryssa membolak balikkan halaman demi halaman buku sejarah sihir yang ada di tangannya. Ia sedang duduk di antara Daphne dan Pansy. Di sekelingnya banyak anak Slytherin yang lain. Theo dan Blaise duduk di dinding dekat jendela, Crabbe dan Goyle duduk di kursi yang tak jauh dari tempat Chryssa duduk. Mereka berdua terlihat agak linglung tanpa adanya bos mereka--Yeah, Draco--. Chryssa tidak melihat batang hidung Draco sejak tadi pagi, tapi apa urusannya dengan Chryssa? Chryssa tak peduli padanya. Untuk apa mempedulikan orang egois yang tak peduli pada orang lain?, alasan inilah yang selalu Chryssa gunakan untuk menguatkan tekadnya untuk tidak mempedulikan Draco.

Aktivitas Chryssa terhenti saat Daphne menyenggol tangannya dan menunjuk ke arah Draco yang baru muncul dari pintu Great Hall. Chryssa menoleh sekilas, lalu ia kembali menatap bukunya.

Jika boleh Chryssa akui, Draco sedikit--atau bahkan sangat--terlihat berantakan. Walaupun hanya melihat sekilas, Chryssa bisa menyadari penampilan Draco yang melenceng dari penampilan seorang Malfoy. Rambut pirang platina Draco berantakan, ia juga tidak memakai jubahnya, kemeja putihnya tidak dimasukkan ke celana dengan rapih, dasi Slytherinnya tampak sengaja Draco longgarkan.

"Sorry, Chryssa. But, i think Draco sangat amat kacau" ucap Pansy spontan saat melihat keadaan Draco.

"Lalu?" tanya Chryssa sambil menatap ke arah Pansy malas.

"Maafkan aku lagi, tapi aku berfikir---" ucapan Pansy terputus, Pansy nampak sedang menimbang bahasa apa yang harus ia gunakan untuk menyampaikan maksudnya.

"He need You, Chryssa" lanjut Pansy saat sudah menemukan bahasa yang tepat.

Chryssa mengalihkan pandangannya lagi pada buku yang menurutnya lebih menarik dari obrolan mereka.

Selang beberapa menit, Daphne menyenggol tangan Chryssa lagi, menunjuk ke arah segerombalan anak Durmstrang yang baru memasuki Great Hall.

Chryssa bisa melihat Viktor Krum berjalan di barisan paling depan. Viktor Krum terus berjalan ke arah piala api. Ah, dia memasukkan namanya.

Setelah memasukkan namanya, mata Viktor Krum tak sengaja bertemu dengan mata Chryssa. Krum melemparkan senyuman kecilnya pada Chryssa.

Chryssa membalas senyum kecil dari Krum lalu kembali sibuk pada bukunya.

Tanpa Chryssa sadari, Krum berjalan mendekatinya.

"Hai," sapa Krum pada Chryssa.

Chryssa menegakkan kepalanya menoleh ke arah Krum yang sedang berdiri di hadapannya.

"Oh, hai"

"Viktor Krum, kau?" Krum mengulurkan tangannya bermaksud memperkenalkan dirinya.

"Chryssa Greengrass" ucap Chryssa yang kemudian tersenyum dan menerima ajakan berjabat tangan dari Krum.

Sepasang mata sayu Draco menangkap kejadian mengesalkan itu. Draco mendengus kesal.

AmigdalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang