"Senang hanya bersifat sementara. Tidak ada guna dari harapan, semakin berharap maka semuanya akan semakin hancur dan menimbulkan sakit."
:::
Tio dan Gisel mendampingi putrinya untuk melakukan tes pada ginjal, apakah ginjal sang pendonor sesuai dengan ginjal Anindya. Mereka semua sangat senang mendengar kabar itu. Anindya akan segera sembuh, pikirnya.
"Bagaimana dokter?" tanya Tio antusias.
"Maaf Pak, ternyata ginjalnya mengalami kelainan dan ketidak cocokan," ujar sang dokter. Yang membuat Anindya dan Gisel menunduk lesuh.
"Terimakasih dokter." Tio langsung mengajak istri dan anaknya untuk keluar dari ruangan. Tio merangkul mereka.
"Kenapa harus sedih? Allah itu selalu punya rencana terbaik untuk kita," ujar Tio memberi motivasi. Namun tetap saja, pasti ada kekecewaan yang mereka rasakan.
Perasaan senang berubah menjadi kecewa. Semuanya hancur begitu saja, mereka telah yakin bahwa putrinya akan sembuh, namun mustahil. Banyak pendonor, namun tidak ada yang sesuai.
DrtDrttDrttt
Ponsel Anindya berdering, membuat langkahnya harus terhenti. Begitupula dengan kedua orang tuanya, menunggu sang putri untuk mengangkat telpon.
"Iya kenapa Kak?"
"..."
"Apa?! Jadi? Kalian dimana?"
"..."
"Akh, oke tunggu."
"..."
"Hm.""Kenapa sayang?" tanya Gisel yang melihat wajah panik Anindya.
"Chasel kembali drop, dia ada di IGD," tutur Anindya.
"Astaga, jadi sekarang dia gimana?" tanya Gisel.
"Gak tau Mom, suara Aska khawatir," keluh Anindya.
"Mau lihat?" tanya Tio yang diangguki Anindya. "Oke, tunggu Papa."
Tio langsung meninggalkan mereka, berjalan mengambil kursi roda, agar putrinya tidak kelelahan berjalan. Tio mendorong kursi roda Anindya menuju IGD. Anindya juga masih dalam pengawasan dokter dan melakukan rawat inap tanpa di infus.
"Chasel mana?" tanya Anindya yang mendapati Aska, Zidan dan Elizha didepan ruangan. Elizha tidak dapat menahan tangisnya, dan berjongkok memeluk Anindya.
"Mana Chasel, El?" tanya Anindya parau.
"Dya ...," isak Elizha.
"Please El, Chasel mana?"
"J-jantung Chasel gak kuat, dia m-mau di masukin ICU," ujar Elizha dengan suara bergetar.
Tuhan, apa lagi yang harus Anindya rasakan? Chasel, laki-laki itu kenapa harus mengalami sakit seperti ini. Anindya tidak kuat, rasanya gadis ini ingin menyerah.
Anindya menahan air matanya, karena ketika air mata bertemu air mata, mereka berdua akan terperangkap dalam kesedihan, dan tak ada yang memberi dukungan.
"Papa, Mommy kalian pulang dulu sama adek, biar Anindya disini," pinta Anindya pada kedua orang tuanya.
Beginikah usia 17 tahun yang ditunggu-tunggu orang? Masalah, kekecewaan, kekesedihan menjadi bumbu di usia ini. Selalu saja ada masalah yang berat menimpa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINDYA | EFEMERAL SERIES [ END ]
Teen Fiction"Bukan tidak mampu soal harta, bahkan kelebihan. Namun, fisik yang tak mampu." -Anindya Valeria Abrizam✨ Anindya Valeria Abrizam, gadis yang berwatak cuek, sarkas bin nyebelin harus mengalami proses kegagalan dalam percintaan. Hingga menguba...