"Selalu akan datang tanpa diharapkan." — Anindya.
"Kenapa nyuruh gue kesini?" tanya Anindya pada lawan bicaranya.
"Mau ngomong sesuatu."
"Apaan Chasel?" tanya Anindya.
"Buset, baru aja lo kesini langsung mau inti, duduk dulu disini." Chasel menepuk bangku yang ada didekatnya, Anindya juga baru tahu bahwa di gedung belakang sekolah ada taman tersembunyi.
Tidak ada pilihan lain, dan memang cuma ada satu bangku panjang ini. Anindya duduk disamping Chasel. Taman ini asri, banyak bunga-bunga yang indah, namun sedikit lebih tidak terwat dibanding taman didepan.
Ada pohon besanya juga, dan terkesan aesthetic dimata Anindya. Lebih bertema vintage.
"Lo cinta sama Ryan?" tanya Chasel. Anindya yang merasa aneh Chasel melontarkan ucapan itu, menoleh kearah Chasel.
Laki-laki ini sedang menatap lurus kedepan — kearah pohon. Bola matanya yang berwarna coklat pekat, hidungnya yang mancung, kulitnya yang berwarna putih dan sedikit kuning langsat, bulu mata sedikit melengking dan alis yang rapi dan lumayan tebal.
Rambut bak oppa itu.
"Kenapa nanya gitu?" tanya Anindya dengan nada monotonnya.
"Gue nanya untuk mendapatkan jawaban, bukan mendapatkan kembali pertanyaan," gerutu Chasel. Apa Anindya salah liat? Disaat ini Chasel terlihat sangat lucu saat cemberut, bahkan terkesan manja.
"Gue udah gak percaya soal cinta," jelas Anindya.
"Why? Karena Ryan?" tanya Chasel.
Anindya berdeham, "bisa dikatakan seperti itu," terang Anindya.
"Karena dia nyakitin lo? Dan karena itu lo udah gak percaya soal cinta?" tanya Chasel.
"Iya," ucap Anindya.
"Itu doang? Karena itu lo gak percaya soal cinta?" Chasel melontarkan seluruh pertanyaan yang ditampung otaknya selama ini.
"Yang pertama lo siapa? Dan yang kedua kenapa lo banyak nanya?" tanya Anindya sarkas.
"Pertama gue Chasel, kedua karena gue ingin melakukan sesuatu hal, jadi jawab aja. Gak usah nanya yang lain dulu."
Itu perlu diucapkan Chasel, sebelum Anindya kembali melontarkan kata-kata yang paling menyebalkannya.
"Lo gak paham rasanya gimana, lo suka sama seseorang dan orang itu malah duaiin lo dan itu bukan sekali, dua kali bahkan lebih." Anindya menatap lurus kearah depan, begitu pula dengan Chasel. Membiarkan mulut yang menyahut, bukan mata yang memberi penjelasan.
"Namanya juga pacaran," ungkap Chasel.
"Cowok memang akan ngomong seperti itu, tapi cewek engga. Cewek itu rapuh, maybe a man who saw me she's a strong girl, maybe you too? But no! I'm just like any other girl," ucap Anindya.
"Amazing! Ini kalimat terpanjang yang lo ucapin selama ngobrol sama gue," ujar Chasel.
"Hmm." Anindya berdeham.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINDYA | EFEMERAL SERIES [ END ]
Teen Fiction"Bukan tidak mampu soal harta, bahkan kelebihan. Namun, fisik yang tak mampu." -Anindya Valeria Abrizam✨ Anindya Valeria Abrizam, gadis yang berwatak cuek, sarkas bin nyebelin harus mengalami proses kegagalan dalam percintaan. Hingga menguba...