68. Sebuah Akhir

229 16 19
                                    

"Hingga berada pada satu titik, dimana tidak ada yang bisa memahami kita, walau hanya seorang kecuali diri kita sendiri."

    

Hari ini Chasel telah diberikan izin oleh pihak rumah sakit untuk keluar, hanya diamanahkan untuk tidak kelelahan, dan Chasel telah berhasil menerima donor jantung.

"Ayah, kita langsung kerumah Anindya dulu yah," ucap Chasel dengan senyum sumrigahnya, sementara Ghavin hanya tersenyum kecut, mengikuti permintaan putranya.


"Pasti Anindya senang lihat aku udah sembuh, dia juga harus ikut sembuh," ucap Chasel memainkan ponselnya dan mengirim chat pada Anindya.

Chasel Adithama
Cantik!
Aku udah sembuh
Kita ketemuan yaa!

Chasel sangat rindu dengan gadis ini, sudah hampir satu minggu, Anindya tidak menjenguk dirinya. Namun, Chasel tidak akan marah pada Anindya, laki-laki ini benar-benar merindukan Anindya.

"Anindya udah sembuh,  nak," ujar Ghavin yang tetap fokus dalam menyetir kendaraan, menyusuri padatnya jalanan di Jakarta Pusat.

"Udah transplantasi juga? Makin gak sabar." Seperti anak kecil, Chasel sangat merasa antusias untuk bertemu dengan kekasihnya.

Chasel mengamati jalan yang di susuri oleh Ghavin, membuatnya menyerngit bingung. Tapi, Chasel mengira bahwa Ayahnya sedang ada urusan sebentar.

Ghavin memarkirkan mobilnya, tepat disebuah toko bunga, mengajak Chasel untuk memilih bunga untuk Anindya. Chasel tentunya juga akan sangat bersemangat, hingga akhirnya mobil mereka kembali melaju ke jalan yang Chasel kenal, bukan sebagai rumah Anindya.

"Ayah, ngapain disini?" tanya Chasel bingung.

"Ayo, bawa bunganya turun."

Kembali seperti anak kecil yang tidak paham apa-apa, Chasel hanya menurut. Mengikuti langkah sang ayah dari belakang. Hingga mereka berhenti disebuah makam, yang baru.

"A-ayah?" tanya Chasel bergetar, saat melihat tulisan dibatu nisan, pemakaman elite ini.

Anindya Valeria Abrizam
Binti
Abrizan
Lahir : 25-Juli-2007
Wafat : 25-April 2024

"Cepat ngomong, kalau ini cuma mimpi, ayah!" bentak Chasel.

"Ini, nyata Chasel," balas Ghavin.

"Gak! Kalian pasti ngerjain aku 'kan? Ini suprise, karena berhasil lewatin operasi," ucap Chasel dengan suara bergetar.

"Kamu harus belajar terima kenyataan Chasel itu Anindya, dan ini," ucap Ghavin menggantung ucapannys, sambari memegang dada sebelah kiri Chasel.

"Enggak! Jangan bilang ini dari, Dya?" Seperti tamparan bagi Chasel ketika Ghavin mengangguk, kakinya lemas,  badannya terkulai lemah dan mengusap batu nisan Anindya.

Chasel tidak percaya akan semua hal yang terjadi saat ini, ini seperti mimpi buruk baginya. Ditinggalkan oleh orang yang ia sayang untuk selamanya.

Di lain sisi, Elizha, Aska dan Zidan berlari menuju ke samping Chasel. Mereka bertiga yakin, disaat seperti ini Chasel sedang membutuhkan seorang support system, sebagai pengganti Anindya. Tidak ada yang sanggup, ketika ditinggalkan oleh orang yang ia sayang.

Elizha langsung duduk, memeluk Chasel dengan erat, begitupun Chasel yang membalas pelukan Elizha sangat erat, mata Chasel merah, penuh dengan duka, namun air mata itu belum berani untuk menetes. Jauh dari lubuk hatinya, Chasel berdoa pada Tuhan, semoga ini semua adalah mimpi.

ANINDYA | EFEMERAL SERIES [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang