"Kenangan yang paling indah dalam hidup adalah menghabiskan waktu bersama sahabat."
———
Setelah mati-matian dengan Fisika, akhirnya kelas X IPS 1 merasa dipuncak kemeredekaan saat kelasnya telah memasuki pelajaran Ekonomi, yang katanya guru yang mengajar tidak bisa masuk, perihal suaminya sakit.
"Dy, bentar ngemall mau?" ajak Elizha yang mendapat anggukan dari Anindya. "Pakai baju sekolah 'kan?" tanya Elizha memastikan.
"Iya," jawab Anindya.
"Kita tetap pakai almet?" taya Elizha yang mendapati anggukan. "Orang-orang tahu dong kalau kita anak Efemeral?"
"Ngapaiin peduliin orang?" Anindya masih fokus mengotak-atik ponselnya. Dirinya sedang cht dengan Ryan.
"El kekantin mau gak?" ajak Anindya yang disetujui Elizha.
"Gue juga mau cerita sesuatu," tambah Anindya.
Mereka melewati kelas demi kelas dengan hati-hati, takut ketahuan guru, dari pada suntuk dikelas hanya mendengarkan temannya bergosip, teriak-teriak, bermain ponsel lebih baik kekantin sambil cerita berdua.
"Lo mau cerita apa?" tanya Elizha sambil mengunyah bembeng yang ditangannya.
"Kemarin gue ketemu Ryan ditaman," ungkap Anindya, "Dia sama cewek."
"Lo tahu dia siapa?" tanya El yang mulai serius.
"Wajahnya sih gue kayak pernah ketemu, tapi lupa dimana. Tapi kata Ryan, cewek itu sepupunya," ucap Anindya.
"Lo percaya Dy?" Elizha tidak pernah suka dengan Ryan, walaupun dia pernah mengatakan bahwa Ryan begitu mencintai Anindya melalu tatapannya, tapi bukankah manusia bisa menipulasi melalu tatapannya?
"Gak tahu El, hati gue gak percaya, tapi otak gue menuntut untuk percaya," ujar Anindya.
"Gimanayah, kan Ryan emang bangsat," ujar Elizha tanpa saringan.
"Lo yang bangsat anjir," ucap Anindya tak setuju.
"Dy, Ryan itu emang buaya darat kali," cetus Elizha.
"Lo buaya betina," ucap Anindya.
"Ck, dibilangin gak mau percaya. Dari cara ngomongnya aja ketahuan Dya, kalau dia itu jamet jaksel, serius." Elizha berusaha meyakinkan Anindya.
Sedangkan Anindya, bukannya semakin tenang malah semakin risau, takut apa yang dikatakan orang benar, bahwa apapun yang terulang akan sama rasa saja.
Suasana kantin juga begitu mendukung perasaannya, sepi. Semua siswa tentunya sedang sibuk belajar, berkutit dengan banyaknya soal dari guru.
"Jadi ini gimana El?" tanya Anindya bingung, kalau soal pelajaran gampang bagi Anindya, tapi soal cinta, Anindya pamit undur diri.
"Lo dongo! Gue udah kata apa, terserah lo!" maki Elizha, tanpa pikir panjang dan dengan senang hati Anindya menjitak kepala Elizha.
"Mulut disaring dulu, baru ngomong," saran Anindya menatap picing ke Elizha. Mendapat perlakuan seperti itu, bukan Elizha namanya kalau tinggal diam saja, gadis inj kembali menjitak kepala Anindya.
"El!" ujar Anindya geram.
"Dya!" Elizha mengikuti Anindya, sungguh Anindya mau membunuh Elizha, terlalu menyebalkan.
"Males gue. Jadi jni gue harus bagaimana?" keluh Anindya, kali ini Elizha juga ikut pusing. Dimata Elizha, Anindya mendekati kegilaan karena frustasi.
"Gak tahu, putus aja," saran Elizha.
"Enak aja lo!" tolak Anindya.
"Minta saran, dikasih. Malah nolak! Mau lo?" tanya Elizha sambil menaikkan sebelah alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINDYA | EFEMERAL SERIES [ END ]
Teen Fiction"Bukan tidak mampu soal harta, bahkan kelebihan. Namun, fisik yang tak mampu." -Anindya Valeria Abrizam✨ Anindya Valeria Abrizam, gadis yang berwatak cuek, sarkas bin nyebelin harus mengalami proses kegagalan dalam percintaan. Hingga menguba...