33. | D R O P |

107 15 6
                                    

"Dia sangat baik, tidak pantas untuk dikecewakan." — Anindya.

Elizha — gadis ini sedang sibuk mengotak-atik tasnya serta laci meja gadis ini. Upacara bendera akan berlangsung sekitar 15 menit lagi, dan topi upacaranya entah hilang dimana.

Sedangkan koprasi sekolah selalu ditutup saat hari Senin pagi, dikarenakan agar siswa malas atau ceroboh tidak dapat membeli topi di koprasi.

Yang bersalah dan melanggar, harus mendapatkan konsekuensi sesuai pelanggarannya.

"Lo kenapa sih?" tanya Anindya yang sejak tadi hanya mengamati Elizha yang sedang sibuk sendiri.

"Topi upacara gue." Elizha kembali melanjutkan mengotak-atik seluruh barangnya, yang sudah jelas tidak ada.

"Gue ada banyak," ucap Anindya yang membuat Elizha memandang Anindya dengan tatapan legah, marah, kesal.

"Kok lo gak bilang sih?" gerutu Elizha yang meneguk minumannya.

"Karena, lo cuma diam. Gak nanya juga sama gue," jelas Anindya.

"Pokoknya lo nyebelin Dy! Topi lo mana?" tanga Elizha.

"Di loker."

Elizha mengajak Anindya agar segera turun ke loker, dan bersiap di lapangan upacara. Dari pada harus berdesak-desakan di tangga.

"Buset. Topi lo banyak banget," ucap Elizha. Keduanya sedang berjalan menuju lapangan upacara.

"Persiapan."

Lapangan upacara saat ini belum begitu ramai. Namun sudah terdapat beberapa siswa yang duduk sambil bercerita, petugas upacara yang sedang latihan, dan guru-guru yang bergosip ria sesama rekan kerjanya.

"Hai!" Sapaan yang membuat Anindya dan Elizha menoleh. Sosok laki-laki lengkap dengan almamater, dasi, dan rambut yang belum tertutup dasi.

"Hmm," ledek Elizha.

"Lo gak ikut di tim padus?" tanya Chasel pada Anindya.

"Gak dulu," jawab Anindya. "Lo ikut?" tanya Anindya yang mendapatkan anggukan dari Chasel.

"Yaudah gue ke anak-anak dulu yah, sehat-sehat." Chasel berlari menghampiri anak paduan suara, yang sedang pemanasan suara.

"Kenapa ya Dy takdir gue cuma jadi nyamuk?" tanya Elizha dengan tatapan kosongnya, merasa paling terkucilkan di dunia ini.

"Bodoh. 'Kan ada yang di kantin dulu," ucap Anindya sedikit meledek Elizha.

"Sst ... yang itu orang gila."

Prmbahasan mereka terhenti disaat bell upacara telah berbunyi, mereka langsung berdiri dibarisan kelasnya. Sambari menunggu guru-guru berbaris ditempat mereka.

"Dy lo pucat," bisik Elizha.

"Perut gue sakit," ungkap Anindya.

"Ke UKS aja Dy, upacara juga belum dimulai," suruh Elizha yang membuat Anindya menggeleng. "Dya, nanti lo kenapa-kenapa," gerutu Elizha.

ANINDYA | EFEMERAL SERIES [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang