"Tujuan diseleksi untuk dipilih, bukan untuk memilih."
"Mau kemana lo Dy?"
"Perpustaan, lupa nanti seleksi." Anindya segera mengeluarkan buku dan alat tulisnya. Terlihat begitu terburu-buru.
"Lo mau belajar?" Anindya hanya mengangguk.
"Kalau mau ikut, cepetan," ajak Anindya. Elizha berlari menyeimbangkan langkah kakinya dengan Anindya.
Mereka berdua membuka langkah kakinya sedikit lebih lebar.
"Ceroboh banget gue," gerutu Anindya yang tidak pernah menyukai sifat ceroboh, dan kenapa itu harus menimpanya hari ini.
"Salah sendiri sibuk ngebucin. Ayo cepetan, kasian kan lo kalau gak lolos." Elizha menarik tangan Anindya agar mereka bisa berlari menuju Perpustakaan.
Walaupun malu, tapi untuk saat ini lupakan malu sejenak. Beberapa orang sibuk memperhatikan kedua gadis yang sedang berlari terburu-buru ini, dengan tangan kanan Anindya yang memegang alat tulis.
Atmosfer perpustakaan, selalu menyambut Anindya dengan baik ketika masuk kedalamnya. Bau buku yang sangat sesuai dengan indra penciumannya, dan kedamian serta ketenangan yang melekat didalamnya.
"Lo udah kuasai berapa materi?" tanya Elizha. Pandangannya menatap keseluruh sudut ruangan, ini pertama kali Elizha yang super pemalas dan tidak tertarik ke perpustakaan masuk kedalamnya.
"Hampir semua, tapi takutnya gue keliru," ujar Anindya yang mulai menarik beberapa buku geografi dari rak.
"Pulang! Gak usah belajar Dy," ucap Elizha kesal. Kalau sudah paham dan hampir menguasai, untuk apa belajar lagi? Bikin otak tambah pusing aja.
"Ikut ginian bukan cari nama, tapi cari pengalaman dan yang terpenting ilmu."
Mereka berdua duduk disebuah meja yang telah disediakan. Anindya sudah fokus pada buku dan mencatat beberapa poin-poin penting yang dianggap mudah olehnya.
Sedangkan Elizha, gadis ini sibuk menatap Anindya saat menulis. Tulisan Anindya memang tidak terlalu cantik, catatannya juga tidak begitu rapi, namun satu yang Elizha ketahui orang pintar cara kerja otaknya lebih cepat dari pada tangannya.
"Semangat Dya, gue yakin lo lolos," ujar Elizha. Anindya memberhentikan aktifitasnya, mentap Elizha dengan tatapan aneh — seperti melihat setan.
"Lanjut nulis! Lo natap kayak gue tuyul Dy," gerutu Elizha yang membuat Anindya tertawa pelan.
***
Suasana auditorium bisa dikatakan cukup ramai, diisi dengan panitia seleksi olimpiade, guru pembina, serta para peserta yang telah duduk dibangku masing-masing."Seleksi 10 menit lagi," ujar Mr. Nael. Guru yang cukup diminati oleh siswanya, bukan karena dia humble, tetapi karena wajahnya yang menawan.
Guru yang terkesan cuek ke siswanya, ketika dibuat kesal tidak pernah marah seperti orang lain, hanya tersenyum singkat.
"Yes Sir. " Para peserta menjawab secara serentak.
"Adek-adek semua perlengkapan untuk tesnya sudah lengkap? Persediaan pulpen harus lebih dari satu," tanya laki-laki yang sedang berdiri ditengah-tengah peserta.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINDYA | EFEMERAL SERIES [ END ]
Teen Fiction"Bukan tidak mampu soal harta, bahkan kelebihan. Namun, fisik yang tak mampu." -Anindya Valeria Abrizam✨ Anindya Valeria Abrizam, gadis yang berwatak cuek, sarkas bin nyebelin harus mengalami proses kegagalan dalam percintaan. Hingga menguba...