43. | A R T I |

92 14 5
                                    

"Karena dia, aku mengerti bagaimana arti kebahagiaan." — Anindya Valeria.

"Tunggu Dya!" Chasel langsung mencekal tangan Anindya, bisa-bisa mereka akan hilang ditempat ramai ini.

Mereka berdua menghabiskan libur karena tanggal merah di Dufan.

"Lama banget jalannya!" gerutu Anindya yang sudah tidak sabar untuk mencoba permainan.

"Pelan-pelan, gue gak mau lo langsung sakit sehabis pulang dari sini!" Chasel mengomeli Anindya seperti layaknya ibu-ibu kepada anaknya. "Lu mau naik dipundak gue? Biar gak capek."

"Engga, malu lah!"

"Mana ada seorang Anindya malu." Chasel menyinggung dengan senyum jahatnya.

"ADA!" Anindya menatap jutek pada Chasel.

"Iya Dya, gak usah marah." Chasel merangkul Anindya, di Dufan adalah tempatnya muda-mudi menghabiskan waktu bersama pacarnya.

"Mau coba yang mana?" tanya Anindya.

"Berani engga?" goda Chasel pada Anindya.

"Jelas! Ayo Halilintar. Premium!" Anindya melepas rangkulan Chasel, menarik laki-laki ini keantrian premium.

"Sini gue yang bayar." Chasel membuka dompetnya.

"Engga usah, sultan ini bos." Dengan sombongnya, Anindya tersenyum miring kepada Chasel.

"Gelo maneh!" Chasel menoyor kepala Anindya, mereka berdua tertawa ringan, membuat orang-orang menoleh kepadanya.

Anindya dan Chasel mulai duduk dikursi halilintar, dengan alat pengaman yang sudah terpasang dengan lengkap.

"Jangan takut." Anindya melirik sinis pada Chasel.

"Lo kali yang takut." Anindya meledek Chasel.

Saat wahana ini mulai bermain, naik keatas. Kota Jakarta sangat indah terlihat dari atas sana.

Wahana sudah mulai ingin turun kebawah.

"AAA!" Satu teriakan satu suara, dari semua pengunjung yang sedang memaini wahana ini. Tangan Anindya langsung digenggam dengan orang yang disampingnya. Tangan dingin itu membuat Anindya tertawa tetapi berubah khawatir.

"Astaga Chasel." Anindya berucap panik.

"Abang berhentiin!" Anindya menyoraki abang-abang yang menjaga wahana ini. Namun karena teriakan seluruh pengunjung, teriakan Anindya tidak bisa terdengar.

Saat wahana berhenti, Anindya langsung membantu Chasel untuk berdiri, wajah laki-laki ini sudah pucat pasi.

"Ah lo kok gak ngomong takut." Anindya mendudukkan Chasel dibangku terdekat dari wahana halilintar.

"Jantung gue Dy." Chasel berucap parau. Anindya langsung dibuat panik, gadis ini benar-benar lupa bahwa Chasel punya penyakit jantung.

"Gue beliin air dulu." Anindya berlari kecil pada sebuah pedagang yang menjual air.

Chasel meneguk air yang diberikan Anindya dengan beberapa tegukan, karena larangan meminum air banyak.

ANINDYA | EFEMERAL SERIES [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang