11. |A N E H|

122 27 22
                                    

"Bukan tidak percaya, namun siapapun yang pernah diberi kepercayaan lalu mengingkarinya, akan sulit mendapatkan kepercayaan itu balik. Lebih baik berhati-hati 'kan?"—Anindya.

***
Anindya sedang diajak Ryan untuk berkeliling di Efemeral. Mengenal lebih detail lagi tentang sekolah ini, bukan cuma gedung IPS dan Perpustakaan yang ia tahu saja.

"Yan, kok kamu pindah kesini?" tanya Anindya, karena pasalnya waktu mereka pacaran setahunya Ryan sekolah di sekolah Negeri.

"Oh, disuruh pindah sama Kakek. Tahu kan kakek orangnya keras banget. Tapi seneng banget, ternyata kamu jadi adek kelas aku," ujar Ryan menaikkan sebelah alisnya.

Sumpah demi apapun, saat itu juga Anindya ingin muntah. Ryan kenapa terlalu cringe?

"Woy! Gak baik jalan berduaan. Ada setan ditengahnya," celoteh Zidan yang berjalan disamping Ryan. Anindya hanya menatap lurus kedepan, kaku.

"Lo setannya," ucap Ryan sarkas, lalu menautkan jari-jarinya pada Anindya, saat ini mereka sedang berjalan untuk menyeberang ke Gedung IPA, melewati koridor.

"Buset dah," ucap Zidan.

"Gak usah ganggu, sono lo," usir Ryan, tidak suka diganggu.

"Iya bangsat!" maki Zidan kemudian berlari entah kemana.

"Itu? Teman kamu?" tanya Anindya.

"Iya, namanya Zidan," jelas Ryan.

"Oh," ucap Anindya. "Kita mau ke Gedung IPA? Gak masalah emang?" tanya Anindya, sontak mengundang gelak tawa Ryan.

Anindya menatap datar ke Ryan, bisa-bisanya laki-laki ini tertawa, membuat orang-orang menoleh melihatnya.

"Ryan," bisik Anindya penuh penekanan.

"Ya enggak lah sayang, mana ada larangan. Ingat anak Ipa itu sama Ips, bahasa damai. Gak ada war-waran jadi ngapaiin ada larangan ke gedung itu?" ucap Ryan dengan sisa tawanya.

"Iya...iyaa...," ucap Anindya dengan nada malasnya.

Saat masa orientasi, Anindya tidak hadir. Karena pada masa itu, ia harus keluar kota menghadiri pernikahan sepupunya.

Sejauh mata memandang, Gedung IPA begitu luas. Ukarannya sedikit lebih besar dari Gedung IPS. Dilantai dasar, terdapat loker sama seperti gedungnya. Namun, loker anak IPA ini nampak ramai dipenuhi dengan siswa yang sibuk bergosip-ria sambil membereskan loker mereka.

"Mau naik keatas?" tanya Ryan yang membuat Anindya mengangguk.

Walaupun harus menaiki anak tangga satu persatu, Anindya tak akan lelah, semangatnya untuk melihat gedung ini lebih tinggi.

Lab sangat indah, namun menurut Anindya. Ruang pengadilan lebih menarik.

Matanya kembali menerawang ke sembarang arah, mengamati setiap sudut. Disana dia menangkap seseorang, gadis ini memicingkan matanya.

"Chasel?" batinnya. "Oh dia sudah sehat? Siswa itu? Pacarnya kali," ucapnya lagi.

"Kenapa Val?" tanya Ryan.

ANINDYA | EFEMERAL SERIES [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang