45. | P E R G I |

91 13 2
                                    

"Semua menghindar, dan perlahan pergi tanpa bisa di cegah." — Anindya.

:::

Anindya menatap hampa pada sebuah bulan yang bersinar terang diatas sana, perempuan ini terus saja memikirkan kejadian siang tadi.

Elizha juga tidak mengangkat telpon, dan membalas pesan Anindya. Lebih tepatnya, perempuan itu hanya membaca pesan yang dikirim Anindya.

Langit dan seluruh yang diatasnya hanya menjadi saksi bisu atas pikiran Anindya.

Angin sepoi menembus epidermis kulit Anindya dengan gitar yang dipangkuannya.

"Kenapa lo?" Anindya menoleh pada balkon tetangganya, namun tidak menjawab sedikit pun. "Tunggu gue lompat."

Dengan kaki jenjangnya, Gara melompat menuju balkon kamar Anindya.

"Kenapa?" tanya Gara.

"Gue capek Gar, mati boleh?" tanya Anindya dengan nada monotoannya.

"Lo gak kerasukan? Atau gimana Dy? Ngaco lo." Gara segera mendudukkan bokongnya pada sofa mini yang memang sudah disiapkan untuknya selama ini.

"Semua orang-orang kayak ngejauhin gue," keluh Anindya.

"Gue juga mau pindah rumah," ucap Gara membuat Anindya menoleh dengan tatapan datarnya.

"Serius Gar?"

Tidak ada nada tegas, cuek, dan menyebalkan dari gadis ini, hanya nada yang menyerah yang terdengar dikuping Gara.

"Kenapa orang-orang mau ninggalin gue? Kenapa juga gue harus kenal kalian semua?" gerutu Anindya yang memetik gitarnya.

"Bercanda Dya, gue gak akan pindah rumah. Gue disini akan jadi sahabat lo dan dukung lo!" Gara langsung berdiri dan mengusap pelan rambut Anindya. Gadis ini langsung mencubit pergelangan tangan Gara.

"Bajingan!" Anindya memaki Gara.

"Lo itu gak cocok galau serius, lo cocok jadi Anindya yang galak, sarkas, bin nyebelin," ujar Gara yang kembali duduk disofa.

"Gue serius Gar," keluh Anindya.

Gara yang sadar bahwa Anindya sedang tidak baik-baik saja, mulai serius.

"Kenapa? Cerita sama gue." Ucapnya.

"El, Gar."

"El? Saha? Elizha?" tanya Gara yang memang tidak terlalu mengenal Elizha, hanya dari cerita Anindya saja.

"Iya, dia marah sama gue," keluh Anindya.

"Marah? Kok bisa?" tanya Gara.

"Kalau gue tahu, gue gak kayak gini."

"Lo cuek banget kali." Gara menduga-duga.

"Masa iya sih?" tanya Anindya pada dirinya sendiri.

Saat ini otak gadis ini benar-benar tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya.

ANINDYA | EFEMERAL SERIES [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang