"Cinta bisa membuat seseorang berubah, bisa menjadi hangat atau bahkan lebih dingin, lagi."
:::
"Sini tangannya." Chasel menggenggam tangan Anindya, berjalan bersama menuju koridor rumah sakit. Mereka tidak berdua, tetapi ada Gisel dan Tio yang ikut bersama mereka.
"Liat deh, mereka kayak kita waktu muda," bisik Tio pada Gisel, mereka berdua hanya melihat bagaimana Chasel memprilakukan Anindya, dan cara Anindya merespon Chasel.
"Iya mas," jawab Gisel.
"Dulu kamu seperti Anindya, susah digapainya. Taunya sekarang cerewet banget," goda Tio yang disuguhi dengan tabokan dari istrinya.
"Mas!" gerutu Gisel yang merasa malu mengingat masa lalunya itu, pasalnya Gisel terlalu cuek saat itu. Tetapi cueknya hanya itu para lelaki, terutama Tio.
Gisel tidak pernah membayangkan bahwa Tio akan menjadi kekasihnya, hingga mempunyai anak.
"Gak terasa yah, Anindya udah gede Mas," ujar Gisel yang tersenyum manis melihat putrinya.
"Padahal baru aja kita lihat dia kecil, bahkan rasanya baru aja aku lihat kamu hamil besar, sayang."
"Iya Mas, sekarang anak kita sakit," ucap Gisel menunduk. "Kita gagal jadi orang tua," keluh Gisel.
"No, kita tidak gagal. Cuma saja, itu ketentuan dari Allah. Kita harus terima ini, tapi kita harus cari jalan supaya Anindya bisa kembali pulih," ucap Tio yang mengeratkan genggaman tangannya pada istri tercintanya. "Semangat sayang."
"Makasih, Mas."
Mereka telah sampai didepan ruangan tempat Anindya memperiksakan keadaan tubuhnya.
"Lo kapan chek-up?" tanya Anindya pada Chasel.
"Belum jadwalnya, dokter gue juga lagi keluar negeri." Anindya mengangguk.
"Chasel sudah sarapan nak?" tanya Gisel.
"Sudah tante," jawab Chasel yang kembali diangguki oleh Gisel.
Kedua orang tua Anindya, duduk dibangku belakang anaknya. Mereka pernah muda, dan tidak akan mengganggu putrinya.
"Sepertinya diolimpiade kemarin, Lo lolos," ucap Chasel.
"Sepertinya. Lo juga," ujar Anindya.
"Gak yakin gue, susah banget kemarin," ujar Chasel.
"Walau susah, tapi benar. Kan bisa," ucap Anindya.
Suasana rumah sakit, tenang. Selalu tenang, dan tidak ada kebisingan. Anindya menyukai suasana seperti ini. Walau didalam rumah sakit itu, terdapat ratusan orang tetapi tidak menciptakan kebisingan sedikit pun.
"Gimana lututnya?" tanya Chasel.
"Mendingan kok." Anindya meluruskan kakinya, memperlihatkan lutut yang luka itu pada Chasel.
Hari ini, Anindya menggunakan dress selutut berwarna pastel.
"Ini obatin terus, jangan sampai berbekas," ucap Chasel yang diangguki Anindya. "Keadaan Lo sekarang gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINDYA | EFEMERAL SERIES [ END ]
Teen Fiction"Bukan tidak mampu soal harta, bahkan kelebihan. Namun, fisik yang tak mampu." -Anindya Valeria Abrizam✨ Anindya Valeria Abrizam, gadis yang berwatak cuek, sarkas bin nyebelin harus mengalami proses kegagalan dalam percintaan. Hingga menguba...