Chap 10

3.8K 338 15
                                    

Sekarang adalah hari selasa, dimana hari paling menyebalkan bagi Kalista.

Bagaimana tidak? Hari ini mata pelajarannya matematika, bahasa Inggris, kimia, agama, dan yang terakhir adalah fisika.

Jika tau kelas IPA seperti ini, Kalista lebih baik memilih IPS dulu sewaktu awal mula pendaftaran.

"Jadi, berapakah luas tabung ini?" tanya seorang guru yang tengah menjelaskan di depan papan tulis.

Seisi kelas diam, tak dapat menjawab pertanyaan guru matematika itu.

"Tak!"
Guru matematika memukul papan tulis yang berisi rumus rumus. "Apakah kalian tak tau?"

Semua siswa tetap diam. Mereka takut salah jawab.

Kalista yang berada di kursi belakang hanya menguap saja. Mengapa jam sangat lama berjalan jika pelajaran matematika dan sangat cepat berjalan jika jam pelajaran olahraga.

"Saya bu,"

Seisi kelas menatap Isna penuh harap. Beruntung mempunyai teman pintar sepertinya.

Guru matematika menyodorkan spidol pada Isna. "Silahkan jawab di papan tulis,"

Isna menuliskan jawabannya dengan cekatan.

"Wah, dia itu harusnya sekelas sama Ical. keknya dia ketuker deh sama Didi atau sama Chiko," gumam Kalista menatap bangga pada sahabatnya yang berdiri di depan papan tulis, layaknya profesor jenius.

"Pompolompipom,"
Dengan segera guru matematika mengangkat ponselnya yang berbunyi. Aneh sekali suaranya tapi abaikan itu.

"Saya angkat telpon sebentar," pesan guru matematika kemudian keluar dari kelas.

Hal ini menjadi kesempatan untuk Kalista.
Ia meminta izin pada Fauzal untuk ke tolet.

"Woi ketua kelas gaya ketua geng, izin toilet,"

"Ngomong yang bener," ketus Fauzal

"Gue mau pipis, lo mau ikut, gak?"

Fauzal menghela nafas kemudian mengangkat salah satu tangannya menyuruh Kalista pergi. "Enek gue kalo ngomong sama dakjal,"

"Dakjal dakjal gini tapi cantik loh," goda Kalista kemudian mengedipkan sebelah matanya. "Bye, sayang."

Ia akhirnya bisa keluar dari kelasnya. Ia melangkahkan kakinya menuju taman belakang.

"Huft, akhirnya nyampe."

Kalista mendudukkan bokongnya di salah satu kursi yang disediakan di sana.

Ia mengambil ponselnya dari saku sekedar melihat apa yang diposting oleh suaminya, Mas Lin Yi, di Instagram.

Namun perhatiannya teralihkan pada sejoli yang tengah bermesraan di pojok taman.

Kalista mengendap endap untuk melihat ke sana, dan ternyata ada Didi dan Anggun.

"Lo mau jadi pacar gue kan, Gun?"

Kalista membelakkan matanya dari balik pohon setelah mendengar penuturan Didi barusan.

"Di, lo yakin mau pacaran sama gue? Gue goblok, loh." Itu ucapan Anggun.

"Akhirnya elo nyadar kalo lo itu goblok, makanya jangan banyak berteman sama titisan mak lampir," kata Kalista pelan, takut ketahuan Didi dan Anggun.

Didi mengelus rambut Anggun. "Mau segoblok apapun lo, tetap gue yang paling goblok."

"Pfttt," Kalista menahan tawanya. "Gobloknya gak ketolong emang."

"Jadi gimana, Nggun?" Kalista kembali lagi menguping.

KEBAL'IKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang