"Acara makan malam di luar hari ini gak jadi, ya."
Kalista yang tengah menyisir rambutnya di depan lemari kaca ruang tengah menghentikan aktivitasnya. "What?"
Sigit mengangguk yakin. "Bunda kalian sakit, massa kita pergi ninggalin bunda?"
Kalista berdecak sebal. Sudah lelah mandi di kamar mandi selama dua jam dan sibuk memilih pafum serta outfit apa yang akan dipakai. Eh, malah tidak jadi?
"Mantep tuh, Yah. Apalagi mbak Inemnya Awon bentar lagi lewat," timpal Awon.
"Mbak Inem, siapa?"
"Jodohnya Awon, Yah."
Sigit mendecih mndengar penuturan putranya itu. Kini ia menatap Kalista yang tengah memanyunkan bibir di pojok ruangan.
"Kalista, kamu beli obat di apotek, sana," pinta Sigit. "Beli obat penurun demam, ya,"
"Heum,"
Akhirnya Kalista mengambil kunci jametnya dan memakai jaket untuk menutupi tubuhnya karena ia memakai baju yang agak terbuka tadi.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, akhirnya Kalista sampai di apotik. Antriannya cukup panjang membuat Kalista harus menunggu.
"Dek,"
"Hm," balas Kalista saat ada orang yang memanggilnya dari belakang.
"Saya nyalip deluan, boleh gak? Saya ada keperluan mendadak,"
"Gak boleh bu, saya juga punya keperluan,"
"Tapi saya buru buru loh, dek."
"Saya biri biri, Bu."
"Nanti tetangga saya mati loh, dek."
"Ibu kok mak-" ucapan Kalista terhenti saat ia berbalik ke belakang guna melihat wajah ibu itu.
"Mampus gue," batin Kalista.
"Wah, ternyata kamu, toh." Ibu tadi menatap Kalista dengan sinis. "Calon menantu macam apa kamu ini? Mertua mau nyalip kok gak dikasi?"
Seketika bola Kalista melebar sempurna. Apa kata ibu mertuanya? Calon menatu?
"Tante, udah anggap saya sebagai calon menantu?"
"Mulut saya typo,"
"Halah, si tante mah malu malu kayak kucing,"
Kini Kalista berada di depan kasir, Setelah berdebat kecil dengan mertua, akhirnya ia sampai juga di hadapan kasir.
"Dok, obat penurun demam, merk apa aja asalkan bisa menyembuhkan demam, bukan menyembuhkan kutukan mantan,"
Sang kasir cengo dengan ucapan Kalista. "Maksudnya obat demam gitu, ya Dek?"
"Yaps! betul sekali. Sekarang serahkan pada ku," Kalista mengulurkan tangannya pada kasir untuk meminta obat itu.
"Untuk umur berapa, dek?'
"47 tahun, mbak."
Kasir memberikan obat yang dimaksuid pada Kalista. "Ini dek, jangan lupa uangnnya."
"Ngutang,"
Puspa menepuk bahu Kalista. Bodoh sekali Kalista ini.
"Eh anu ma, bisa pinjem duit dulu, gak? Calon menantumu yang cantik nan manis ini lupa buat bawa duit,"
Puspa akhirnya pasrah, "Kamu keluar aja biar saya yang bayarin,"
Senyuman Kalista merekah. "Thank you mama mrtua paling ju-" Kalista menghentikan ucapannya. Mana mungkin ia bilang mama mertuanya ini jutek padahal ia sudah diberi ngutang, nanti malah tidak jadi lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEBAL'IK
Roman pour Adolescents[TAMAT] [FOLLOW DULU] Sama seperti judulnya, ini kisah kekebalan Kalista menghadapi Ical yang memprioritaskan sahabatnya, Safitri. "Gue cuma narik rambut dia!" Kalista berteriak. "Tapi lo tau kan dia penyakit kanker otak dan rambutnya tuh sering ron...