Heum, keknya kalian akan ada rada emosi di chap ini.
-Happy Reading-
-Typo tandain-Kini, semua keluarga Safi berada di depan ruangan serba putih. Hari ini adalah hari yang sungguh menegangkan bagi mereka, karena hari ini Safi akan dioperasi.
Di bangku depan ruangan, Ical tak henti hentinya berdoa meminta pertolongan pada yang maha kuasa agar proses opersi berjalan dengan lancar.
"Ceklek,"
Mendengar suara pintu ruangan yang terbuka, seluruh orang yang sedang menunggu lansung berkerumun di depan pintu dan, berbagai pertanyaanpun terlontar.
"Dok, gimana keadaan Safi?"
"Operasinya berjalan lancar kan, Dok?"
"Safi gimana Dok?"
Dokter Rika hanya dapat menghela nafas panjang. Ia tak tau memulai ucapannya dari mana terlebih dahulu. Ditatapnya seluruh orang yang di depannya kemudian ia melebarkan senyum. "Operasinya lancar, tapi pasien masih dalam keadaan lemah."
Spontan, mereka juga tersenyum.
"Jadi, apakah kami bisa bertemu dengan Safi, Dok?"
Dokter Rika menggeleng. "Belum, Safi masih dalam keadaan lemah ditambah pula ia belum sadar. Kita tunggu dia sadar dulu, ya."
Mereka menghela nafas pendek, "Baik, Dok,"
Ical yang masih duduk di bangku depan ruangan mengembangkan senyum selebar lebarnya. Akhhirnya, apa yang ia tunggu menjadi kenyataan juga. "Saf, cepat sembuh ya cantik,"
🐥
Kali ini Ical berjalan melewati dengan senyum yang merekah. Sudah lama lelaki jakung itu tak seperti ini.
Ia melangkah menuju kelas dengan senyum yang tak kunjung memudar sampai ia duduk di kursinya.
Ia menoleh ke kanan dan kiri guna mencari keberadaan Didi. Tapi tak kunjung ditemukan. Ia mencari sahabt nolepnya itu untuk memberitahukan kabar gembia jikalau Safi sudah siuman.
"Chik,"
"Apa?" balas Chiko yang duduk di belakang Ical sembari membaca komik.
"Didi dimana? Kok belom dateng? Kan biasanya tuh anak pasti dah datang kalo jam segini,"
"Pindah sekolah,"
"Hah?" Ical membuka mulut karena merasa agak terkejut dengan apa yang diucapkan Chiko.
"Hah, hoh, hah, napas lo bau banget anjing!" celutuk Chiko mengibas ngibaskan komik yang ia pegang di depan wajahnya.
"Serius Didi pindah?"
Chiko mengangguk yakin. "Semalem dia nelpon gue katanya dia mau pindah,"
"Kok gitu?"
Chiko mengabaikan Ical dan kembali lagi membaca komiknya.
"Chik, ntar lo dateng ke rumah sakit, ya. Soalnya Safi udah sembuh,"
"Yakin sembuh?" tanya Chiko.
"Lo kok gitu banget sih ngomongnya?"
"Iya, gue bakal dateng kok. Bareng Kalista tapi," goda Chiko berusaha membuat Ical cemburu. Namun sayang, sahabatnya, alias Ical, hanya mengiyakan saja dengan anggukan kepala.
"Terserah lo aja, kalo gitu gue keluar dulu, ya. Bentar lagi mau baris," pamit Ical beranjak dari tampatnya.
Chiko yang masih berada dalam kelas hanya dapat tercengo melihat respon Ical. Apakah Ical memang tak memiliki perasaan lagi pada Kalista?
KAMU SEDANG MEMBACA
KEBAL'IK
Teen Fiction[TAMAT] [FOLLOW DULU] Sama seperti judulnya, ini kisah kekebalan Kalista menghadapi Ical yang memprioritaskan sahabatnya, Safitri. "Gue cuma narik rambut dia!" Kalista berteriak. "Tapi lo tau kan dia penyakit kanker otak dan rambutnya tuh sering ron...