Sudah hampir setengah jam Kalista duduk di warteg Pak Manurios. Berkali kali ia menguap saat merasa ngantuk.
Matanya memerhatikan langit. Sepertinya sebentar lagi akan hujan, apakah ia harus menunggu lagi?
"Dia lama banget," Kalista menelungkupkan kepalanya di atas meja.
"Hai,"
Kalista mendongak. Akhirnya, datang juga orangnya.
"Udah lama nunggu?"
Kalista menggeleng. Sebenarnya ia berbohong, tapi supaya obrolan gak semakin memanjang, ia singkat saja dengan cara berbohong.
"Udah pesan makan atau minum?"
"Sendiri?" Kalista mengabaikan pertanyaan gadis itu dengan menanyainya balik. Terlalu basa basi sekali memang.
"Iya, gue masih jomblo."
Sekarang, ingin rasanya Kalista menonjok wajah gadis cantik di hadapannya. "Maksud gue bukan itu, lo datang ke sini itu sendiri, diantar, dijemput, atau diapain?"
"Naik mobil, tadi di antar sama supir Papa." balasnya. "Gue udah gak mau repotin Ical lagi."
Kalista menatap Safi aneh. Lah kok larinya ke Ical? "Oh, okey. kalau gitu, kita lansung ke inti aja solnya gue mau pulang. Jemuran di rumah belom gue ambil."
Safi menatap Kalista lekat. Ia sedikit kesulitan untuk mengungkapkan ini. Tapi ia harus bisa, bagaimanapun, jika ia berani berbuat maka ia harus berani bertanggung jawab.
"Gue minta maaf,"
"Cuma itu?" Kalista bergegas berdiri. Ia kira obrolannya dengan Safi akan lebih sensitif makanya ia menjumpai gadis itu. "Gue udah bilang berapa kali, kalau gue belum bisa maafin lo. Luka yang lo goresin ke gue itu terlalu banyak, Saf."
Safi menahan pergelangan tangan Kalista yang hendak beranjak. "Please, masih ada hal yang harus gue omongin ke elo."
"Apa?"
"Gue tau gue keterlaluan banget selama ini sama lo. Tapi mesti lo tau, gue bener bener nyesal." Safi memegang kedua pergelangan Kalista. "Gue bakal ikhlasin Ical buat lo."
Kan, Lagi lagi larinya ke Ical. Sungguh Kalista semakin tak mood dengan Safi.
"Mau lo ikhlasin, gue gak bisa, Saf. Lo kira hati gue ini beranda tik tok apa? Bisa di tarik ulur gitu?"
Bening air mata tak sanggup ditahan oleh Safi lagi."Ical butuh lo sekarang, dia mau lo."
Kalista tersenyum sinis. "Terus gimana sama lo? Bukannya lo juga suka sama Ical?"
"Gue bakal lakuin apapun yang buat dia bahagis. Dan kebahagian Ical itu adalah elo."
"But, gue gak bisa bahagia sama Ical. Capek hati gue diginiin mulu, Saf. Lo kan enak dapet first love dari sahabat sendiri. Lah gue dari bajingan."
"Adu nasib pun dimulai," gumam Gris yang mencuci piring tak jauh dari tampat Kalista dan Safi berada.
Safi menghela nafas panjang. "Please, Kal."
Kalista menggeleng dan menghempaskan pergelangan Safi secara perlahan. "Lo minta maaf ke gue ikhlas gak sih? Atau lo minta maaf ke gue itu karena Ical aja, gitu?"
"Gue bener bener minta maaf,"
Kalista benar benar tak habis pikir dengan gadis ini. Karena tak sanggup lagi meladeni Safi, ia keluar dari warteg.
Safi yang melihat kepergian Kalista, segera mengejarnya dengan mendorong kursi roda. "Kalista!"
Kalista tak mengindahkan panggilan itu. Ia terus berlari sejauh mungkin agar tidak bertemu lagi dengan gadis itu.
Saat akan menyebrangi jalanpun, Safi tetap tak menyerah untuk mengejar Kalista. Hingga Safi tak sadar bahwa ada truk yang melaju dari arah berlawanan.
Safi agak kesusahan mendorong kursi rodanya. "Kal!"
Kali ini Kalista berbalik dan matanya membulat ketika melihat truk yang hampir mendekati Safi.
Tanpa menunggu lagi, ia berlari ke arah Safi namun, ia kalah cepat.
***
Hayoloo si Safi kelindes truk gak nih?
Next gak? 45 komen ya hehe.
Maaf part pendek. Karena aku potong bagian dimana Kalista ketemu Rean.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEBAL'IK
Teen Fiction[TAMAT] [FOLLOW DULU] Sama seperti judulnya, ini kisah kekebalan Kalista menghadapi Ical yang memprioritaskan sahabatnya, Safitri. "Gue cuma narik rambut dia!" Kalista berteriak. "Tapi lo tau kan dia penyakit kanker otak dan rambutnya tuh sering ron...