Chap 8

3.5K 369 31
                                    

"Tapi dia hate coment di postingan gue pas  di Cafe itu, Cal."

Ical menghela nafasnya. "Tapi lo gak harus bongkar tentang Kalista,"

Safi menahan air mata yang akan turun. Baru kali ini ia dibentak oleh sahabat sendiri. Dan, mengapa rasanya sakit  sekali?

"Saf,  lo bisa bedain antara privasi dan gosip, gak sih?"

Safi menatap tajam Ical. "Lo dikasih pelet apa sih sama si Kalista? Kok manjur banget, sampe sahabat lo sendiri dimarahin? 

Ical mengusap wajahnya, jengah rasanya harus adu mulut dengan wanita yang ada di hadapannya saat ini.

"Bayangin kalo lo yang ada di posisi Kalista, ketika rahasia lo dibongkar hanya karna masalah sepele," ujar Ical menatap manik mata Safitri.

Safitri membuang arah pandangnya, mengapa Ical sebegitu marah padanya hanya karena hal ini?  "Kalista itu harus dikasi pelajaran, Cal. Biar dia gak terlalu sombong karna bisa pacaran sama elo,"

"Oh gitu," Ical menatap remeh pada Safi. "Gimana kalo gue bongkar sama orang orang kalo lo itu anak haram hasil hubungan pembantu dan majikannya,"

"Plak!"
Tanpa aba aba Safi menampar pipi Ical. "Lo kok berubah, sih? Semenjak lo pacaran sama tuh dakjal lo berubah, Cal."

Ical menggeleng. "Bukan gue yang berubah, tapi elo."

Setelah mengucapkan itu Ical beranjak dari tempatnya meninggalkan Safi yang mematung di belakang sekolah.

Semua pertengkaran ini tak luput dari mata lelaki yang tengah bersembunyi di balik pepohonan. "Awalnya gue niat kencing di sini, tapi liat mereka berantem jadi gak tega, nanti suara kencing gue mengalihkan suasana mereka," gumamnya.

Lelaki itu menatap penuh iba pada Safi yang tengah terisak. "Ternyata dia anak haram, ya. Kasian banget. Jadi makin suka."

🐥

Isna memandangi ponselnya yang saat ini menampakkan kontak WhatsApp Kalista yang bergambar pp couple dino. "Sedang menunggu yang pp couple ganti pp depresi,"

Kalista yang ada di sebelah Isna hanya menghela nafas panjang. Pikirannya masih tertuju pada Safi.

Bagimana caranya memberi pelajaran pada si titisan mak lampir itu. Berani sekali dia menyebar luaskan privasi Kalista di depan banyak siswa.

"Tadi nilai matematika lo berapa, Kal?" Isna menyenggol lengan Kalista.

"Jelek," balas Kalista ketus.

Isna memutar bola matanya malas. "Gue nanya nilai lo, Kal. Bukan standar wajah lo."

"Bangsat!" Kalista menampol wajah Isna sampai memerah. "Ngaca woi. Gue lebih cantik dari pada elo yang style culun gini."

Senyum Isna merekah. Walaupun ia dikatai jelek oleh Kalista, setidaknya caranya ini berhasil membuat Kalista tak termenung seperti tadi.

Kalista bergidik ngeri melihat senyuman Isna. "Lo kenapa senyum senyum woi!"

"Biar cantik."

"Apanya yang cantik, mirip sama joker tau,gak." tangkas Kalista secara ketus.

Isna mengibaskan rambutnya ala ala iklan shampo. "Gak apa apa mirip joker, yang penting otaknya berisi."

"Semua otak emang berisi woi, karena di dalam otak itu ada darah, selaput, ah banyak deh." ujar Kalista.

"Maksudnya IQ loh bro, I ... Q. .."  celutuk Isna dengan sengaja memisahkan antara huruf I dan Q.

KEBAL'IKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang