Chap 19

2.3K 239 4
                                    

Dengan langkah yang tergesa gesa, Heical Zalino Gardapati atau yang kerap disapa Ical itu melangkah menuju cafe tempat dimana ia akan bertemu dengan kedua sohibnya.

"Cal, sini!" Teriak orang dari seberang sana dan Ical mengikutinya.

Ical mengambil tempat duduk yang berhadapan lansung dengan Chiko dan Didi.

"Dah lama nunggu, nih?"

Chiko mengangguk mantap. "Hooh, lumutan nih badan gue nunggu lo di sini."

"Udah pesan makanan?"

Kali ini Chiko menggeleng. "Gak punya duit,"

Ical berdecak sebal, pasti Chiko sengaja tak membawa uang agar di bayar oleh Ical. "Gue yang bayar tapi lo ngehutang ya,"

"Ah, abang ganteng Ical, hutang budi lo'kan banyak sama gue, bayar dong dengan cara lo bayarin gue hari ini,"

"Hutang budi pala lo!" geram Ical lalu memanggil salah satu pelayan yang lewat. "Saya pesan yang paling murah aja pak,"

"Hm, baik." ucap pelayan tadi dan menuliskan air putih dalam list pembelian Ical. "Adek berdua beli apa?" kini si pelayan menunjuk Chiko dan Didi.

"Saya kebalikannya teman saya pak. Kalo dia pesan yang murah saya pesan yang mahal,"

Tiba tiba Ical menatap Chiko dengan intimidasi. "Yang bayarin bukan gue, kan?"

"Gak usah, gak sudi gue makanan gue di bayarin sama orang miskin," ucap Chiko berbangga diri. "Saya bayar pakai hutang budi bisa gak, pak?"

Si pelayan tadi tersenyum kecut. "Pintu keluar di sebelah sana, dek." tunjuknya pada pintu keluar dari cafe ini.

"Buset, si abang baperan bener kayak cewek. Ya udah, saya bayar. Gitu aja sewot," gerutu Chiko kemudian melipat tangannya di depan dada.

"Adek ini pesan apa?" tanya pelayan pada Didi.

"Terserah,"

"Astagoy Di, lo kok pakai kamus gaul cewek, sih? Kebanyakan bucin sih sama si Anggun," Kini Chiko menatap pelayan tadi. "Samain aja pesanannya sama si onoh, Pak." Chiko menunjuk Ical dengan dagunya.

Pelayan tadi mengangguk kemudian berlalu dari hadapan mereka.

"Cal, lo tau gak tadi si Kalista ngeludahin gue pas di sekolah,"

Ical tersenyum mendengarnya. "Harusnya dia ngemutilasi lo,"

"Buset, si abang ganteng. Jangan gitu dong, capek saya dijulidin mulu." pandangan Chiko beralih pada Didi. "Wajah lo kek gak ada semangatnya Di,"

"PMS dia," sahut Ical.

Sedangkan Didi hanya menghela nafas panjang. "Jangan ngomong dulu deh sama gue. Beban pikiran gue banyak,"

Ical dan Chiko saling pandang kemudian tertawa terbahak bahak.

Chiko memukul meja Cafe sampai mengalihkan perhatian pengunjung. "Lihat, Cal. Dia masih beban keluarga tapi sok soan punya beban aja."

"Beban oh beban, sadarkan teman kami ini darimu,"

"JANGAN PANCING GUE MARAH!" Didi melontarkan kata kata itu dengan penuh amarah.

Saat itu juga Chiko dan Didi menghentikan tawanya. Jarang sekali mereka melihat Didi seperti ini. Karena biasanya Didi adalah pribadi yang tenang dan sedikit kalem.

Didi menghela nafasnya panjang kemudian menatap kedua makhluk yang terdiam di depannya saat ini. "Maaf,"

"E ... Eum oke," balas Ical agak terbata bata.

Pesanan mereka datang dan menyantapnya dengan sedikit canggung.

Namun tiba tiba Chiko menepuk bahu Ical. "Bukannya itu Safi sama Kalista, ya?" Ia menunjuk lewat kaca cafe.

KEBAL'IKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang