Kaget gak sih pas aku bilang ini ending padahal enggak. Ini hanyalah ending dari semua masalah Kalista ya. Bukan ending cerita.
Jejaknyaa cantik
Sudah seminggu berlalu semenjak kepergian Chiko, namun kesedihan tetap tak memudar dari Kalista dan beberapa orang lainnya.
"Kal, pulang sekolah kita makan di Cafe yok, gue yang bayarin," ujar Isna yang sedari tadi memerhatikan wajah Kalista.
Kalista menggeleng.
"Kalista, ayo dong jangan sedih lagi. setiap pertemuan pasti ada perpisahan."
"Dan, kita berpisah karena gue. Bener kata Safi, gue egois." lirih Kalista memangku wajah dengan kedua tangannya.
Isna memutar bola mata malas. "Safi diladenin, udahlah, Chiko juga lakuin itu karena dia sayang sama lo. Lo sih yang telat sadar sama perasaan dia."
Kalista tersenyum simpul mendengar penuturan Isna. Memang benar, seharusnya ia dapat sadar dengan kedekatannya dan Chiko.
"Walaupun gue sadar sama perasaannya, gue gak mau jadi pacar dia."
Isna membelak. "Ha?"
"Iya, gue gak mau pacaran sama dia ketika hati gue masih menetap sama orang lain. Gue gak mau jadiin dia pelampiasan sama seperti apa yang pernah gue lakuin ke Ical dulu."
"Yah, bener sih." Isna menggaruk belakang kepalanya. "Yaudah kalau itu kenapa lo sedih?"
"Karena," Kalista menggantungkan ucapannya. Ia tak tau melanjutkan kata katanya seperti apa.
***
Bel pulang menggema ke seluruh penjuru sekolah, beberapa siswa sudah bergegas keluar dari pagar secar berdesak desakan membuat Pak Oji kewalahan, sama seperti biasanya.
Kalista berdiri di sekitar parkiran menunggu siapapun yang mau memberinya tumpangangan pulang. Isna sudah pergi karena ingin pulang kampung. Jadi,ia tak bisa bersama sahabatnya itu.
Tiba tiba saat Kalista menundukkan kepala, sebuah helm bermotif panda menjulur di hadapannya.
Ia kenal dengan helm itu. Helm yang sudah lama tak ia pakai.
"Ayo,"
Kalista mendongak memerhatikan wajah lelaki yang tersenyum manis di depannya. Senyum itu, semakin sering terbit akhir akhir ini.
"Gue tau lo mau pulang,"
Kalista masih diam di tempat. Ia bingung untuk menerima atau menolak pemberian lelaki itu.
Tanpa menunggu lagi, Ical lansung saja memasangkan helm kesukaan Kalista kepada kepala si empunya. "Lucu, kayak jamur."
"Naik,"
Kalista menaiki motor Ical. Sebagian orang yang memerhatikan mereka banyak yang lansung bergosip. Entah itu tenang keuwuwannya maupun CLBK.
Sepanjang jalan, tak ada obrolan sama sekali. Sampai akhirnya Kalista angkat bicara. "Berhenti bentar."
Ical memberhentikan motornya, dan Kalista lansung turun dan memasuki toko bunga tersebut.
Beberapa menit kemudian ia keluar dengan bunga berbagai warna di tangannya.
"Buat apa?" tanya Ical menaikkan cagak motornya bersiap menyalakan motor.
"Mau ziarah ke makam Chiko." Kalista ikut menaiki motor. "Antarin gue ke sana ya."
Ical mengangguk kemudian melajukan motornya ke arah pemakaman. "Kal, gue minta maaf atas kesalahan gue selama ini, ya."
"Hm,"
"Gue nyesal pernah maki maki elo padahal lo enggak salah sama sekali."
"Iya,"
Ical menghela nafas pendek dari dalam helmnya. Ia ingin Kalista membalas perkataannya sedikit lebih panjang lagi.
"Udah sampai,"
Kalista turun dari mototr Ical dan meletakkan bunga itu di tanah. sementara ia bekaca dan memakaikan liptint di bibirnya.
"ke makam doang harus dandan gitu ya? Entar wewe gombel kepicut lagi sama lo."
Kalista tersenyum tipis menghadap Ical. "Gue jarang banget kelihatan cantik di depan Chiko. Makanya gue dandan gini biar dia suka."
"Tapi dia gak bisa ngelihat lo."
Kalista menghentikan aktivitasnya menyisir rambut. Benar juga yang dikatakan ical. "Gue lupa."
Mereka berdua memasuki gang pemakaman dengan langkah hati hati.
"Hai Chiko!" seru Kalista kala ia sampai di makam Chiko.
Ia meletakkkan bunga yang ia bawa tadi dan mengelus nisan secara perlahan. "Udah seminggu lo tidur di dalam tanah, lo gak kedinginan ya?"
"Atau lo betah di dalam tanah karena semut semut nemenin lo?"
"Lo udah nyampe di surga, gak Chik?"
"Di sana banyak bidadari gak?"
"Lo ketemu ayah gue gak di sana? Ayah gue ganteng juga kok. Namanya Sigit. Kalau kalian ketemu, kasi tau ke ayah ya kalau gue rindu."
Ical yang berada di belakang Kalista tersenyum lirih. Ia ikut berjongkok di samping Kalista dan menaburi bunga. "Chik, Kalista katanya kangen."
Ia terus menaburi bunga sembari menahan air mata yang hampir turun. "Dulu, lo bilang kalau lo gak suka lihat dia nangis, tapi sekarang elo yang jadi alasan dia nangis."
Kalista terus mengusap air matanya. "Dulu, lo sering banget ngusap air mata gue kalau gue nangis. Tapi sekarang enggak."
Kalista berdiri, ia menepuk roknyakarena debu bertempelan. "Gue pamit ya, Chik. Gue gak sanggup banget buat nahan semua air mata ini." Kini Kalista menatap Ical. "Gue nunggu di parkiran ya."
Setelah kepergian Kalista, Ical menatap dalam nisan yang betuliskan nama sahabat baiknya, Chiko Pandawa.
"Chiko, makasih udah pernah jadi orang yang ngisi kehidupan gue dengan suka maupun duka. Kalau waktu bisa diulang, gue gak akan pernah ngatain lo bodoh mapun nonjok lo lagi."
"Bisa gue minta sesuatu sama lo Chik?" Ical menjeda ucapannya. "Izinin gue buat merjuangin Kalista lagi, ya."
***
Happy Ending, kan?•○•
Swipe yuk
KAMU SEDANG MEMBACA
KEBAL'IK
Teen Fiction[TAMAT] [FOLLOW DULU] Sama seperti judulnya, ini kisah kekebalan Kalista menghadapi Ical yang memprioritaskan sahabatnya, Safitri. "Gue cuma narik rambut dia!" Kalista berteriak. "Tapi lo tau kan dia penyakit kanker otak dan rambutnya tuh sering ron...