Di sinilah Kalista sekarang, di ruangan berukuran kecil namun sebagai tempat menakutkan karena digunakan sebagai tempat persidangan untuk siswa siswi bermasalah, termasuk Kalista.
Guru dengan dandanan menor yang ada di hadapan Kalista saat ini sedari tadi hanya membolak balikkan buku catatan BK. "Kalista Dinatri,"
"Dalem, Bu,"
"Jangan menjawab kamu!" seru guru itu menatap Kalista sinis.
Kalista hanya dapat memutar bola matanya malas kemudian pintu ruangan Bk terbuka menampakkan sesosok yang dibenci Kalista selama ini menggunakan kursi roda dan di belakangnya ada Ical yang membantu safi mendorong kursi roda itu.
Jauh dalam benak Kalista ia bertanya apakah jika ia yang berada di posisi Safi, mungkinkah Ical akan berlaku seperti itu juga padanya?
"Selamat pagi, bu." sapa Ical dan Safi secara ramah.
Guru tadi tersenyum dan mempersilahkan mereka dua duduk di samping Kalista.
"Ical, apakah kamu bisa menjelaskan bagaimana kronologi kejadian?"
Ical menggeleng. "Tidak, bu. Saya juga barusan datang ke lokasi kejadian setelah Kalista membabi buta Safi,"
"Cih, babi buta katanya, sekalian aja tuh babi hutan," desis Kalista.
"Saya gak suruh kamu ngomong," tegur guru yang ada di hadapan mereka ini pada Kalista.
"Sebelumnya saya turut berdukaa cita atas kejadian yang menimpa kamu,Safi," lanjut guru Bk pada Safi. "Dan kamu Kalista, sudah tau jika keadaan Safi seperti ini, mengapa kamu berlaku demikian padanya?"
Kalista menatap nyalang kepa guru Bk. Ingin rasanya ia mengumpat tepat di wajah gurunya ini. Di sini bukan hanya Safi saja yang berduka tapi Kalista juga. "Saya juga berduka bu. Tapi saya gak ngelampiasin keadaan duka saya ini pada orang lain," Kalista mengambil nafas sejenak sebelum memulai ucapannya lagi. "Ibu juga tau bu, kalo saya berduka karena ayah saya sampai sekarang belum ditemukan."
Mata Kalista kembali lagi berkaca kaca.
"Sebelum ayah lo kayak gitu, lo udah ngelampiasin semuanya sama Safi," sela Ical mengalihkan perhatian mereka yang berada di rungan ini. "Lo nyebar aib Safi kalo dia itu anak yang lahir dari hubungan terlarang,"
Guru Bk engangguk menyetujui. "Bahkan akun gosip sekolah gempar karena hal itu."
"Kok gue yang dituduh? Kalian punya bukti apa?"
Ical mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan benda pipih itu pada Kalista. "Baca komentarnya,"
Kalista menyipitkan mata dan menatap ponsel Ical. Dapat ia lihat beberapa komentar yang menandai Kalista sebagai orang yang meyebar luaskan berita itu.
Sejenak Kalista berpikir, selama ini dia sering membuka akun instagramnya tapi nontifikasi seputar hal itu tidak ada di beranda Kalista. Lantas apakah mungkin ada yang memakai akun instagram miliknya.
"Apa apaan sih lo, Cal. Hanya karena banyak yang nuduh gue terus gue yang jadi pelakunya gitu?"
Ical mengeleng. "Akun instagram lo juga ngeposting foto di instastory ketika Safi ditampar sama mamanya,"
"Ha?" Kalista menatap tak percaya pada Ical. "Gue gak pernah posting gituan!"
"Hahahaha, ngelak aja terus sampai mampus,"
"Gue-"
"Ekhem,"
Perkataan Kalista terpotong saat guru Bk berdehem pelan pada mereka berdua. "Masalah pribadi kalian berdua selesaikan baik baik di luar saja jika masalah yang ini sudah selesai."
KAMU SEDANG MEMBACA
KEBAL'IK
Teen Fiction[TAMAT] [FOLLOW DULU] Sama seperti judulnya, ini kisah kekebalan Kalista menghadapi Ical yang memprioritaskan sahabatnya, Safitri. "Gue cuma narik rambut dia!" Kalista berteriak. "Tapi lo tau kan dia penyakit kanker otak dan rambutnya tuh sering ron...