Kalista mendudukkan bokongnya di kursi kelas. Keadaan kelas masih tampak sepi. Hanya sekitar lima orang saja yang sudah berada di dalam kels. Seperti beberapa petugas piket kelas hari ini.
Ia menundukkan kepalanya di lipatan tangan kemudian terisak kecil. Ia memandangi pulpen yang bermotif panda tadi dan menyimpannya di saku rok.
"Hey para beban keluarga!"
Teriakan dari pintu kelas membuat atensi beberap orang yang ada di dalam kelas teralihkan, kecuali Kalista. Ia masih
menundukkan kepala.Isna berjalan menuju mejanya dan mengeluarkan beberapa buku. "Kal, hari ini bakal ada ulangan kimia, mending lo belajar deh, jangan cuma tidur aja,"
Isna membolak balikkan lembar buku paket kimia miliknya dan menghafalkan beberapa rumus penting. "Kal, minggu depan gue olimpiade, loh. Doain gue ya,"
Kalista tak menjawab. Ia terlalu takut untuk menatap Isna saat ini. Ia takut jika Isna bertanya mengapa keadaan Kalista seperti ini.
"Kal," panggil Isna lembut sembari mengelus bahu sahabatnya itu. "Lo tidur, ya?"
"I ... ya," ballas Kalista terbata bata.
Isna menyerngitkan dahinya. "Kalo lo tidur, gak mungkin lo bisa ngomong,"
"Gue ngigau,"
"Ck," Isna berdecak sebal kemudian mengangkat kepala Kalista agar menatapnya. "Lo nangis bego, bukan tidur."
"Gue gak nangis,"
"Mata lo sembab!"
"Karena tadi pagi gue bantuin bunda buat kupas bawang merah,"
"Ngelawak, lo?" tanya Isna dengan nada remehnya. "Pasti si anjing itu yang buat lo nangis,"
"Anjing, siapa?"
Isna tak membalas pertanyaan Kalista berusan. Ia keluar dari kelas dengan langkah lebar sedangkan Kalista berlari menyusul Isna. "Is, lo mau kemana?"
Langkah Isna terhenti tepat di depan pintu kelas Ical. Sama dengan kelas Kalista tadi, kelas Icalpun masih tampak sepi.
"Brak!" Isna menobrak meja Ical dengan sangat kuat membuat si empunya terlonjak kaget.
"Apa apaan sih lo?" sergah Ical.
"Lo itu hobby banget ya bikin Kalista nangis,"
Senyuman smirk muncul di bibir Ical. "Sebelum lo labrak gue kayak gini, lo itu harus tau apa penyebab gue berlaku kayak gitu sama sahabat lo itu,"
"Ha? Jadi lo nyuruh gue buat mikir mikir dulu gitu sebelum labrak lo?"
Ical mengangguk kemudian memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Dan, sebenarnya lo juga harus berterima kasih sama gue."
"Buat?"
"Sahabat kebanggan lo itu bermain api di belakang lo sama gebatan yang lo suka mulai dri zaman SMP itu,"
Isna menatap Kalista yang berada di ambang pintu kelas Ical. Bisa ia lihat bahwa Kalista yang hendak menjelakan sesuatu.
Sekarang pandangan Isna tertuju pada Ical yang bergaya sok di depannya. "emang kenapa kalo dia bermain api di belakang gue? Apalagi gue dan Erlan gak punya hubungan ap apa. Kalo emang Erlan dan Kalista saling suka, buat apa gue masih mengharapkan Erlan? Gue gak mau jadi penghalang cinta mereka berdua."
Ical tertegun mendengar penuturan Isna. Senyuman smirknya tadi mulai luntur dan digantikan dengan wajah datar.
"Oh iya, gue juga saranin buat lo. Supaya pergi aja dari kehidupan Kalista. Karena lo itu penghalang hubungan cintanya sama Erlan," sambung Isna kemudian berbalik hendak meninggalkan Ical.
"Dia juga penghalang cinta gue sama Safi!" teriak Ical menunjuk Kalista dengan suara lantang sehingga membuat langkah Isna terhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEBAL'IK
Teen Fiction[TAMAT] [FOLLOW DULU] Sama seperti judulnya, ini kisah kekebalan Kalista menghadapi Ical yang memprioritaskan sahabatnya, Safitri. "Gue cuma narik rambut dia!" Kalista berteriak. "Tapi lo tau kan dia penyakit kanker otak dan rambutnya tuh sering ron...