Chap 22

2.6K 285 7
                                    

Kalista menghela nafas panjang saat ia akan memasuki rumah. Ia agak merasa canggung karena kejadian kemarin malam.

Semalam, ia sengaja menongkrong lebih lama di warung Pak Manurios demi menenangkan pikiran. Dan akhirnya ia pulang jam dua belas malam. Veni memang memarahinya namun Kalista mengabaikan itu dan pergi ke kamarnya.

Mengingat hal itu seketika Kalista merasa digerogoti kesalahan.

"Masuk, gak ya?" tanyanya pada diri sendiri sembari melangkah lalu memundurkan kakinya.

"Gengsi banget gue, tapi kalo gue di luar terus ntar disangka gembel lagi."

Kalista menatap halaman rumahnya, pintu rumah masih tertutup rapat.

"Gengsi kok digedein?"

Kalista menoleh pada orang yang barusan berbica dari belakangnya. Setelah mengetahui pelakunya, Kalista malah membuang muka.

"Jangan sungkan dek, walaupun dosa lo sebesar truk semen, kita mah udah maafin,"

Bobi melangkahkan kakinya guna membuka pintu rumah. "Ayah sama Bunda lagi keluar, kalo Awon lagi bucinin mbak Inem di gang depan."

"Ceklek,"
Pintu rumah akhirnya terbuka. "Gue masuk dulu ya, kakak ipar lo lagi nelpon."

"Dasar si manusia LDR, udah dinasehatin malah makin menjadi jadi." gerutu Kalista masih berdiri di belakang Bobi.

"Terserah lo mau ngomong apa, yang penting kakak ipar lo yang ada di Riau gak bikin gue jadi yang kedua. Beda sama lo."

Kalista terdiam. Toh, apa yang dikatakan oleh Bobi ada benarnya juga."

"Gue masuk, ya."

"Hm,"

Setelah kepergian Bobi ke dalam rumah, Kalista juga ikut masuk. Ia melihat sofa dimana ia mengabaikan ibunya yang  tengah bertanya keadaannya. "Maafin, Kalista, bunda."

"Kita, pulang!"

Kalista melebarkan bola matanya sempurna, buru buru ia masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu itu.

"Aman," Kalista mengelus elus dadanya dengan posisi menyender pada pintu kamarnya.

"Loh? Kalista udah pulang?" tanya Veni karena ia melihat sepatu Kalista yang berada di rak sepatu.

"Iya, bun. Tadi dia agak gengsian buat masuk ke rumah sendiri,"

"Kok gitu?"

"Semalam dia ngerasa berdosa, katanya." cerocos Bobi.

Di dalam kamar Kalista mendengar semua itu. Berani sekali Bobi si pejuang LDR itu mengatainya seperti itu.

"Sekarang, Kalista di mana?" tanya Sigit.

"Noh," Bobi menunjuk kamar Kalista menggunakan dagunya. "Masih ngerasa berdosa tuh,"

Akhirnya Sigit melangkah menuju kamar Kalista kemudian mengetuknya. "Kalista, ayo keluar, kita makan siang bareng yuk. Tadi ayah sama Bunda beliin nasi bungkus di perempatan jalan tadi,"

Di dalam kamar Kalista menggerutu. "Hua anjer nasi bungkus, perut gue dah goyang goyang,"

"Ayo, dong."

"GAK MAU! JANGAN PAKSA KALISTA BUAT NURUTIN KEINGINAN KALIAN!" teriak kalista dari dalam kamar berusaha menolak ajakan Ayahnya namum sebenarnya ia mau.

Veni menghampiri Sigit yang berdiri di depan pintu kamar Kalista. "Udah biarin aja mas, kita lihat seberapa tahan dia gak makan," Veni menepuk bahu suaminya itu. "Makanya jangan terlalu manjanin dia."

KEBAL'IKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang