"Loh, Ical udah pulang?"
Ical yang tengah berbaring santai di kasurnya mendongak. "Hm, Iya ma, sekitar sepuluh ment yang lalu."
Puspa mengangguk angguk dan mengambil tempat duduk di sebelah kasur Ical. "Oh, gitu. Bunda mau bilang kalo Safi udah dijemput sama papanya pulang,"
"Kapan?"
"Udah agak lama, sih. Btw kamu dari mana?"
Ical ikut duduk di samping bundanya. Tak sopan baginya jika orang tua bicara ia malah tidur tiduran. "Dari rumah Kalista,"
"Pacar kamu itu?"
"Hm,"
"Ngapain?"
"Kita berantem, salah Ical juga sih gak mau denger penjelasan dia dulu."
"Terus kamu bujuk dia?" tanya Puspa lagi.
Ical mengangguk. "iya, tapi agak susah sih, dia orangnya kebal banget kalo lagi marah,"
"Ck, ck," Puspa berdecak. "Perempuan kayak dia itu jangan digoda pakai kata kata tapi goda aja pakai makanan, pasti mau."
"Bunda tau dari mana kalo Ical goda Kalista pakai kata kata?"
"Cowok'kan emang begitu,"
Ical menggerutu kemudian kembali bertanya. "Emang dia bakal luluh ya bun, kalo digoda pakai makanan?"
"Hm, mungkin. Soalnya kita sebagai perempuan udah bosan makan gombal gombalan cringe para buaya, lebih baik makan seblak, aja."
Ical hanya berdecih mendengar itu. "Papa mana, Ma?" tanyanya berusaha mengalihkan topik. Ia malas mendengarkan suara hati perempuan.
"Kerja lah, biar mama makan seblak enggak makan gombalan bapak mu terus,"
Kali ini Ical menggeram kesal. Walaupun topik sudah dialihkan, Tapi mamanya ini selalu saja membahas seputar makanan.
Dari pada menunggu lama, lebih baik ia keluar dari kamarnya. "Ya udah, Ical mau nemenin Safi check kesehatan dulu, tapi Ical pulangnya agak malam, ya Ma. Soalnya mau mampir juga ke rumah Didi."
"Oke,"
Kini Ical sudah siap dengan jaket berwarna hijau gelap dan jeans robek robek, ia sengaja memakai outfit seperti ini biar agak kece sedikit.
Ia sedari tadi mengetuk pintu rumah Safi, namun tak ada tanda tanda jika pintu akan dibukakan.
"Tok, tok, tok, entah sudah kesekian kalinya Ical mengetuk pintu rumah Safi. "Saf, gue di luar."
Akhirnya pintu di bukakan juga. Namun sosok yang ada di hadapan Ical saat ini bukanlah Safi, melainkan Sonya dengan mata sembabnya.
Terkadang Ical heran, mengapa tetangganya ini selalu saja menangis. Jika masa lalu ya dibiarkan saja, tak usah diungkit. Toh,Safi ini termasuk anak baik versi Ical. Apa tetangganya ini tak beruntung memiliki anak angkat seperti Safi?
"Eh, anu tante, saya nyari Safi, maaf kalo suara ketukannya mengganggu tante."
"Kamu mau nemenin dia check kesehatan?" tanya Sonya dengan nada bicara yang datar dan suaranya sedikit serak."Eum, iya tan. Btw maaf atas sikap saya beberapa waktu lalu yang membentak tante," kata Ical sembari menggarut belakang kepalanya yang tak gatal.
"Ya, tidak apa apa," masih dengan nada datar Sonya membalas ucapan Ical. "Safi udah pergi sama suami saya buat check kesehatan,"
"Oh, yaudah saya pergi dulu kao gitu tante, saya pikir Safi masih di rumah." Ical berbicara agak kaku. "Kalo gitu saya pamit, ya tante."
Ical melangkah ke luar rumah Safi, namun urung saat Sonya memanggilnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEBAL'IK
Teen Fiction[TAMAT] [FOLLOW DULU] Sama seperti judulnya, ini kisah kekebalan Kalista menghadapi Ical yang memprioritaskan sahabatnya, Safitri. "Gue cuma narik rambut dia!" Kalista berteriak. "Tapi lo tau kan dia penyakit kanker otak dan rambutnya tuh sering ron...