•
•
14 April 20XX
19:16 -------------Sudah tiga setengah jam berlalu namun dokter yang menangani ibunya Kila belum keluar dari ruang ICU. Kila menghela nafasnya berat dan matanya sembab.
Lalu terdengar langkah kaki yang mendekat ke arahnya dan ketika ia mendongak terlihat wajah Juergen yang menatapnya datar.
"Ibumu belum keluar?" Tanya-nya.
Kila menggeleng pelan dan menundukkan kepalanya. Ia tak punya energi lagi untuk berdebat atau memikirkan orang lain. Sekarang yang menghantuinya adalah apakah ibunya selamat atau tidak.
Krakk!
Suara pintu ruangan ICU terbuka dan Kila langsung beranjak dari tempat duduknya. Ia mendekat ke dokter itu dan menatapnya penuh harapan.
"Dokter-- a-apa ibuku selamat--" Nadanya bergetar.
Dokter menghela nafasnya pelan. Kemudian ia menggelengkan kepalanya.
"Maafkan saya, namun ibu anda tidak selamat karena ia kehilangan banyak darah dan organ vitalnya hancur. Seperti hati dan paru-paru yang tertusuk benda tajam"
Kila mendengar itu sontak kakinya gemetar dan seakan dunia runtuh menimpanya. Juergen menahannya dan merangkul pinggangnya.
"Apa kami bisa melihatnya?" Ucap Juergen.
Dokter itu mengangguk dan mempersilahkan keduanya untuk masuk.
Kila menghampiri ibunya yang sudah pucat dan memeluk lehernya lembut. Ia menangis sesegukan sambil terus menyebut nama ibunya.
Juergen hanya diam, ia tidak tau harus berbuat apa karena hal seperti ini biasa baginya. Ia memalingkan wajahnya dan matanya tertuju pada dokumen yang dokter itu tulis. Ia mengambil dan membacanya.
Kila yang masih memeluk dan menangisi ibunya melirik Juergen sebentar, ia melihat Juergen yang tidak menampakkan rasa sedihnya atau iba sedikitpun.
Namun kila tidak mempedulikannya, ia terus memeluk leher ibunya.
Juergen menghela nafasnya setelah membaca dokumen itu. Ia melirik Kila yang masih menangis. Ia jengkel.
"Cukup dengan tangisanmu, sekarang kita makam kan dia dan kau undang orang terdekatmu" Ucap Juergen sambil menarik lengan Kila.
Kila terkejut dan menatap Juerg aneh.
"Ada apa denganmu-- aku sedang berduka dan kau malah bertindak seenaknya? Dia ibuku! Aku yang berhak melakukan apapun padanya bahkan saat dia sudah meninggal!"Juergen mengangkat alisnya.
"Kau punya uang untuk kremasi? Sebutkan jumlah uangmu, apa cukup untuk melakukan hal itu?"Kila terdiam. Benar-- semua uangnya sudah habis untuk keperluan keluarga bahkan ia juga tidak punya simpanan.
Kila hanya menunduk dan menyeka air matanya. Juergen memutar bola matanya.
"Aku akan membantumu mencari pelakunya, asal kau menuruti perkataan ku" Ucap Juergen.
Kila mendongak menatapnya. Ia menatap Juergen penuh harapan.
"Beneran? Kau akan menemukan siapa pelakunya?"Juergen mengangguk.
"Asal kau nurut-- tentu saja aku akan membantumu"Kila mengangguk dan menatap ibunya lagi. Ia mencium kening ibunya dan tersenyum simpul.
"Ibu-- aku akan menemukan pelakunya dan membalaskan dendamku padanya, tunggu aku ya"
----------------------
16 April 20XXKila menatap makam ibunya. Ia menaruh beberapa rangkaian bunga kesukaan ibunya di atas nisan itu. Ia menyeka air matanya.
Ia menghela nafasnya panjang, Kila mencemaskan adik-adiknya yang tidak tau akan hal ini. Mereka masih terlalu kecil dan Kila takut akan merusak mental mereka.
Juergen yang menatap Kila dari jauh sambil bersender di pintu mobil kemudian mencapai batas kesabarannya. Ia menghela nafas gusar dan berjalan mendekati Kila.
"Times out, kita pulang" Ucap Juergen di belakang Kila.
Kila hanya diam dan terus mengelus nisan ibunya. Ia bangun dan membalikkan badannya menatap Juergen.
Mata mereka bertemu dan saling menatap. Kila membuang wajahnya sedikit dan berjalan melewati Juergen.
Juergen menatap nisan ibunya Kila.
"Olivia--""Kau tidak ikut Juergen?" Ucap Kila jauh.
Juergen langsung berhenti melanjutkan perkataannya dan mengangguk. Ia membalikkan badannya dan menyusul Kila. Mereka masuk ke mobil bersama dan melaju pulang ke mansion.
Kila menatap jalan dari jendela di kanan-nya. Ia masih sesegukan dan menyeka air matanya pelan. Juergen hanya diam dan fokus pada perjalanan.
"Sepertinya kau sangat kehilangan-- apa kau sesedih itu?" Ujarnya.
Kila meliriknya kesal.
"Tentu saja! Hanya dia keluarga yang kupunya dan satu-satunya yang mendukungku apapun yang kulakukan-- Dia sangat berarti untukku" Ucap Kila lirih.Juergen memutar bola matanya.
"Begitu ya" Ucapnya cuek.Kila mengangkat alisnya. Ia melipat tangannya didepan dadanya.
"Kau ini terbuat dari apa? Batu? Apa kau tidak pernah merasakan hal seperti ini?"Juergen mengangkat pundaknya tidak tau.
"Kehilangan-- tentu saja pernah tapi aku tidak pernah merasa kepergian yang mendalam. Lagian manusia memang seperti-- mereka akan meninggalkan mu dan tidak ada yang selalu bersamamu"Kila tersentak. Ia geram dan mengepalkan tangannya.
"Fuck!! Jangan memperkeruh keadaan! Aku sedang bersedih dan kau--""Shut up, kau berisik. Tidak lihat aku sedang menyetir?" Ucap Juergen datar.
Kila menggertakkan giginya dan membuang wajahnya ke arah jendela. Nafasnya berat dan sesak. Ia terus menitikkan air matanya. Ia berusaha tenang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Cry, Kila [Omegaverse]
Fantasy❗❗ THIS IS BL STORY ❗❗ ❗❗IF YOU DON'T LIKE IT JUST LEAVE❗❗ "Oh lihat-- Ternyata kau lebih banyak diam karena kalau kau bicara malah akan keluar suara desahan?" Ejek seorang alpha bernama Juergen Zorya. Didepannya terdapat seorang omega yang akan di...