•
•
JUERGEN POV
14 Februari 19XX
Hari sudah mulai gelap, aku menatap ke dinding dan melihat waktu sudah menunjukkan pukul 6 sore. Papa dan mama belum pulang juga-- mereka masih menjenguk kakak.
Aku yang tidak menghiraukan hal itu masih terus menggambar di ruang tengah, tangan kecilku meraih beberapa krayon warna disampingku. Tiba-tiba suara dehem keras mengagetkanku dari belakang.
Aku menoleh dan melihat nenekku sedang menatapku dengan tajam.
"Apa yang kau lakukan?! Kau harusnya belajar tentang bisnis dan perusahaan! Bukan malah menggambar hal yang tidak berguna! Hal seperti itu akan memperlambat pertumbuhan mu!" Ucap nenekku dengan nada tinggi.
Aku yang waktu itu berusia 7 tahun-- langsung menunduk dan meremas buku gambarku.
"Ta-tapi-- aku sudah selesai belajar tadi siang dan kata papa aku boleh menggambar kok.." Ucapku sambil melirih.Nenekku semakin marah dan mendekat ke arahku. Ia mengambil buku gambarku dan menatap gambarku sambil terdiam.
Pikiranku yang naif mengatakan bahwa nenek suka gambaran ku. Aku menatapnya dengan ceria dan tersenyum lebar.
"Nenek, bagusnya untuk gambar itu warna apa ya??"Tiba-tiba kedua tangannya meremas buku gambar itu dan merobeknya didepan mataku. Aku terdiam tidak percaya dan matanya yang tajam menatap sinis ke arahku.
"Jangan bertindak bodoh, aku tidak sudi mempunyai cucu alpha kekanak-kanakan sepertimu. Belajar lebih giat!! Buang semua hal-hal seperti itu!! Fokus pada perusahaan dan bisnis juergen!!" Ucap nenekku sambil marah.
Aku mengepalkan tanganku.
"Memang kenapa?! Aku kan pengen gambar nek! Kata papa dan mama gapapa kok asal aku udah belajar!"Aku berharap bahwa nenek bisa mengerti ucapan yang keluar dari mulutku yang polos. Pikiranku hanya ingin bersenang-senang sedikit atas jenuhnya pembelajaran yang sedari pagi ia berikan. Hati kecilku ingin sekali berontak namun apa daya nenek lebih sadis dari yang kubayangkan.
Plak!!
Ucapanku itu membuahkan tamparan keras di pipi kananku. Aku tertohok sedikit dan darah mengalir di sudut bibirku.
"Kau bilang apa? Kau ingin dikurung hmm?" Ucapnya sambil mencekik leherku.
Aku ketakutan. Mataku berkaca-kaca. Aku mendorong pundaknya dan berlari menuju taman. Aku bersembunyi di dalam dedaunan tumbuhan yang tinggi.
"Kembali kau juergen!! Beraninya kau kabur hah?!! Lihat saja kau akan mendapatkan hukuman lebih berat dari sebelumnya!! Bangsat!! Cucu sialan!!" Teriak nenekku dari dalam mansion.
Aku membaringkan tubuh kecilku didalam dedaunan itu-- sesekali aku mengintip dan ternyata ia tidak mengejar.
Aku keluar dari dedaunan itu dan bersandar di batang pohon besar. Badanku di gigiti oleh nyamuk. Aku merasa kesal dan marah tapi aku hanyalah anak kecil-- apa yang bisa kuperbuat?
Aku memeluk kedua kakiku didepan dadaku. Aku menatap ke bunga-bunga di hadapanku sendu.
"Hei bunga.. Apakah aku bisa keluar dari sini? Nenek selalu jahat padaku.. Aku tidak ingin masuk kesana.." Aku menghela nafas berat sambil mengusap pipiku yang merah.
"Enak ya jadi tumbuhan, bisa diam saja tanpa di marahi atau di omelin.. Aku juga mau kalau begitu.. Apa kalian bisa mengerti perkataan ku?"
Aku terus mengajak mereka bicara. Hingga tak terasa sudah larut malam dan aku mendengar suara mobil datang ke mansion dan benar itu kedua orangtuaku. Mereka mencariku namun nenekku datang dan langsung memarahi mereka. Mama dan nenek terus beradu mulut dan papa berusaha melerai mereka namun nenek semakin brutal.
Aku tidak tau-- aku menutup kedua telingaku berharap itu cuma mimpi-- cuma mimpi-- mimpi--
---------------------
17 April 20XX
15:56 -----------"Juergen? Juergen" Ucap seseorang memanggil namanya. Juergen tersadar dari lamunannya dan menatap ayahnya didepannya sambil menghela nafas pelan.
"Maaf ayah, aku sedikit melamun"
Ayahnya masih menatap Juergen.
"Kau benar akan menikahi dia? Kau serius?" Ucap ayahnya sambil mengambil cerutu. Ia membakar ujungnya lalu menghisapnya. Asap keluar dari mulutnya.Juergen mengangguk.
"Ya, dia cantik-- itu saja"Ayahnya mengangguk pelan. Ia menghisap terus cerutunya.
"Kau menikah saja di tempat lain, jangan di negara ini. Lagipula nenekmu memang tidak setuju tapi itu bukan masalah, yang penting kau segera menikah dan punya keturunan alpha. Itu saja"Juergen mengangguk. Ia menatap foto kecilnya di meja ayahnya. Terlihat kalau ayah, ibu, dan dirinya tersenyum lebar. Hanya kurang satu-- yaitu kakaknya.
"Bagaimana dengan kondisi kakak?" Ucap Juergen sambil memegang foto itu. Ia mengusapnya.
Ayahnya menekan cerutu ke asbak.
"Ibumu bilang ia sudah melahirkan anaknya. Mereka tinggal di Belanda tapi masih menolak untuk di kunjungi""Melahirkan anak? Dia sudah menikah?" Tanya Juergen sambil mengangkat alisnya.
Ayahnya mengangguk. Ia beranjak dari sofa nya dan berjalan ke arah pintu.
"Pastikan kau sudah siap untuk pernikahannya-- jangan cemaskan soal nenekmu. Semenjak aku dan ibumu menikah juga ia tidak pernah setuju. Tapi bersikap baiklah di depannya"Ayahnya pergi keluar ruangan dan Juergen masih menatap foto itu. Ia menghela nafasnya dan mencoba mengingat wajah kakaknya.
"Bagaimana bisa aku mengingatnya kalau kami sudah berpisah sejak balita.." Ujarnya pelan.
Ia menaruh foto itu dan keluar ruangan. Ia berjalan menuju taman dan terlihat dari jauh kalau Kila dan ibunya sedang berbincang ria. Mereka tertawa-tawa bahagia dan saling berpelukan.
Kila tersenyum manis dan tertawa riang. Juergen tidak pernah melihatnya menunjukkan ekspresi seperti itu padanya. Ia merasa jengkel.
"Kenapa dia gapernah begitu padaku sih-- sialan" Gumamnya kesal.
***
Hai jangan lupa klik vote nya ya biar bantu aku supaya semangat buat cerita menarik untuk kalian hehe~
Terimakasih juga yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini, luv kalian semua 😚🍑🍑
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Cry, Kila [Omegaverse]
Fantasy❗❗ THIS IS BL STORY ❗❗ ❗❗IF YOU DON'T LIKE IT JUST LEAVE❗❗ "Oh lihat-- Ternyata kau lebih banyak diam karena kalau kau bicara malah akan keluar suara desahan?" Ejek seorang alpha bernama Juergen Zorya. Didepannya terdapat seorang omega yang akan di...