Para pemberontak sama sekali tak lengah mengejar dua orang yang malang itu. Kelana sendiri kini juga mulai merasa kelelahan. Menggendong seseorang sembari berlari menghindari para pemberontak itu sungguh hal yang sama sekali tak ia duga. Ia kaget karena secara tiba-tiba berada dalam situasi menegangkan seperti ini. Apalagi saat ia tak bisa menahan perasaannya. Ia telah melakukan kesalahan besar. Jika saja ia bisa mengurungkan niat dan tak menyatukan bibir mereka, pasti perasaannya saat ini tidak gundah. Bahkan ia sendiri tak tau bagaimana perasaan sang putri saat diperlakukan seperti tadi. Ia yakin bahwa itu pasti ciuman pertamanya.
Kelana menghentikan langkahnya ketika merasakan ada sesuatu yang tertancap di lengannya. Benar saja, ia melihat ada panah yang menancap disana. Saat Ningtyas mengetahui hal itu, ia langsung turun dari gendongan Kelana "Astaghfirullahalazim. Kelana kau terluka" Ningtyas menoleh dan terlihat dari kejauhan beberapa pemberontak itu berjalan kearah mereka "Kelana, kini aku yang akan membantumu.... tapi, bagaimana caraku mencabut panah ini?"
Kelana tanpa menjawab langsung mencabut sendiri panah yang menancap di lengannya "saya baik-baik saja tuan putri. Segera selamatkan diri anda dan berlindung di gubuk itu. Jangan sampai mereka semua melihat dan menangkap anda...."
Ningtyas dengan cepat mengelak perkataan Kelana "tidak! Mana mungkin aku pergi begitu saja meninggalkan mu dengan keadaan kesakitan seperti ini. Aku bukanlah seorang putri bangsawan yang buruk"
"Jika anda tidak pergi, pasti raja akan bersedih jika mengetahui anda terluka. Usaha saya untuk melindungi anda pun akan percuma" Kelana berusaha sekuat mungkin untuk berdiri dan menuntun Ningtyas menuju gubuk yang tak jauh dari lokasi mereka.
"Putri diamlah dan menetaplah di gubuk itu. Jangan sampai salah satu dari mereka tau jika anda berasa disana"
"Bagaimana denganmu Kelana, kenapa kau tak ikut bersembunyi denganku"
"Putri, tugas saya adalah untuk melindungi anda. Jika anda terluka, sudah dipastikan saya gagal menjalankan tugas saya" ucapnya sembari memberikan senyuman yang begitu tulus pada sang putri.
Sang putri menurut, ia masuk ke dalam gubuk itu untuk melindungi diri. Namun siapa sangka jika ia melihat pemandangan yang sangat tidak mengenakkan, dimana Kelana dihajar habis habisan oleh para pemberontak itu. Ningtyas tak tega melihat hal ini terjadi, ia pun tak tau harus berbuat apa.
Brak.... Pintu itu di dobrak oleh salah satu dari mereka. Ningtyas sangat ketakutan. Ia bingung harus melakukan apa dalam situasi seperti ini "jangan mendekat, atau kalian akan celaka"
"Bwahahahaha, kau tidak keliru tuan putri? Bukankah kau yang akan celaka setelah ini" orang itu langsung berlari dan menangkap tubuh sang putri. Ningtyas tak bisa melakukan apapun selain meronta supaya dirinya bisa lepas. Namun usahanya sia-sia, tenaganya itu tak sebanding dengan orang itu yang berbadan besar.
Orang itu berhasil membawa Ningtyas keluar dari gubuk tanpa sepengetahuan Kelana yang sibuk melawa pemberontak lainnya "Raden Setiawan pasti sangat senang jika tau kau sudah tertangkap"
"R-raden Setiawan?" Ningtyas begitu terkejut setelah mendengar nama itu di sebut. Itu artinya kecurigaannya kini benar-benar valid. Orang itulah yang selama ini sudah menganggu dirinya dan juga keluarganya.