"Kenapa kau sangat percaya diri bahwa ayahmu akan naik tahta? Mungkinkah sedari awal kalian sengaja untuk mencelakai raja Mahesa.... Kinanti, jika kau tak ingin hidup dengan rasa bersalah. Maka kau harus melakukan sesuatu untuk mengembalikan semuanya pada tempatnya" Ningtyas memberi salam pada Kinanti sebelum ia pergi. Sementara anak dari putra mahkota itu sendiri terdiam ditempatnya.
Ningtyas lantas tersenyum pada Kinanti. Senyuman itu begitu tulus, seakan menggugurkan segala kebencian dalam dirinya. Ia senang saat tau bahwa sepupunya itu telah kembali kejalan yang benar.
________
Ranu tengah berdiri sendiri disamping danau taman keraton. Memandang setiap sudut bangunan keraton itu. Meskipun tak banyak tempat yang ia kunjungi bersama sang adik disini, namun kenangannya itu terasa begitu sangat banyak. Bahkan Ranu ingat waktu demi waktu disaat mereka tengah bersama.
"Kau tau kak, sejak dulu sebenarnya aku berharap supaya bisa tinggal di dalam keraton. Aku selalu membayangkan diriku menjadi seorang putri bangsawan. Kau masih ingat bukan, saat ibu memarahiku karena aku yang bersikeras ingin ikut denganmu ke dalam keraton. Ibu berkata bahwa keraton itu berbahaya. tapi setelah aku sampai disini, aku rasa perkataan ibu tak benar sepenuhnya. Meskipun aku tau sendiri, bahwa menjadi seorang bangsawan itu bukanlah hal yang sepenuhnya menyenangkan. tapi aku tetap bersyukur bisa berada di keraton Martapura sekarang, meskipun hanya sebagai seorang dayang"
Ranu tersenyum menanggapi perkataan saudaranya itu "apapun yang kita milikki, harus kita syukuri. Kita tak boleh hidup hanya dengan melihat pada kehidupan orang lain. Seringkali kita melihat orang lain yang terasa bahagia, namun kenyataannya bisa saja di balik itu ada banyak luka.... tak ada masalah jika seseorang ingin menjadi putri bangsawan. Asal kau tau, sebenarnya banyak rakyat biasa yang mendambakan dirinya menjadi orang penting di sebuah negeri, dan kau adalah salah satunya. Sari, melihatmu mengingatkan ku pada ibu. Jika dipikir-pikir, kalian berdua memang sangat mirip"
"Sudah tentu, bukankah aku ini anaknya"
"Kau benar. Kau yang begitu ceria dan selalu berusaha untuk tersenyum. Sama seperti ibu dulu"
"Ranu...."
Perhatian Ranu kini teralihkan kala Ningtyas datang menghampirinya "sepertinya sidang sudah selesai"
Ranu menyamping dan memberikan salam pada gadis itu.
"Ranu, kau tak perlu memberiku salam...."
"Anda adalah wanitanya raja. Jadi mulai sekarang saya harus lebih hormat pada anda"
"Kau tau, aku paling tidak suka jika kau bersikap seperti ini"
"Putri, anda pasti senang karena sudah mendapatkan keadilan. Begitu juga dengan saya"
Ningtyas sejenak terdiam, namun kemudian tersenyum. Gadis itu memalingkan wajah dan memandang pemandangan danau keraton yang sangat indah "apalah gunanya kebahagiaan itu, jika keluargaku tak ada yang tersisa disini"
"Mereka pergi, itu karena takdir mereka. Kenyataan bahwa ternyata mereka memang benar-benar pergi mendahului kita. Kita harus ikhlas menerimanya"
"Kau benar. Karena mereka yang pergi, akan menimbulkan rasa sayang yang lebih besar di hati kita"