Putri Hasanah pergi menemui Ratu seusai dengan apa yang dayang tadi katakan.
"Salam yang mulia ratu" ia melihat sang ibu tengah duduk dan ada minuman serta camilan di meja kecil.
"tidak perlu terlalu formal pada ibumu sendiri. Kemarilah dan duduk, karena ada yang hendak ini bicarakan denganmu"
Hasanah menurut dan duduk tepat di samping ibunya "kenapa ibu justru mengajak saya minum. Ibu pasti sudah mendengar tentang rumor yang tersebar itu bukan"
"Jika terlalu gegabah, kita bisa salah mengambil keputusan!" Ucap sang ratu dengan tenang sembari meminum tehnya.
"Sebenarnya apa yang ibu rencanakan?"
"Satu yang harus dilakukan, kita harus tau siapa dalang yang sudah menyebarkan tentang rumor tak jelas itu"
"Ibu, hanya kita, ayah, dan Ningtyas saja yang tau. Saat kita datang ke Panjaitan, semua orang mengenal kita sebagai rakyat biasa. Bagaimana mungkin ada orang lain yang tau tentang apa yang terjadi pada keluarga kita di masa lalu"
"Itu yang menjadi pertanyaan. Ibu memanggilmu kesini bukan hanya sekedar membicarakan tentang rumor ini, tapi ibu minta agar kau mencari solusi lain supaya raja bisa cepat sembuh. Apakah ada cara pengobatan lain?"
"Sejauh ini, Hasanah belum berani ibu. Saya takut jika salah mengambil tindakan.... tapi saya berjanji, saya akan melakukan tugas sebagai tabib raja dengan baik"
________
Pedang itu diayunkan ke kanan dan ke kiri. Patung buatan dari padi itu dipukul pukul hingga rusak sebagai. Sesaat pedang itu sempat meleset, Ningtyas langsung membanting pedang itu dan menjatuhkan dirinya "arghhhh"
"Apa ada yang mengganjal di hati anda tuan putri?" Ucap Ranu yang baru saja pulang dari Keraton.
"Kau pasti sudah mendengar tentang rumor itu bukan?" Sahut Ningtyas yang kemudian berdiri.
Ranu hanya mengangguk. Ia juga merupakan salah satu dari banyaknya orang yang terkejut kala tau raja sekarang masih satu kerabat dengan bangsawan Martapura.
"Kau pasti membenciku sama setelah tau tentang masa lalu, dan kau pasti percaya dengan rumor itu. Apakah kau sama dengan para Adipati?"
"Saya sama sekali tidak membenci anda tuan putri. Saya mendengar tentang insiden itu dulu, tapi tak pernah sedikitpun terlintas dipikiran saya untuk menuduh raja"
"Kau berbicara seperti itu, artinya kau masih ada di pihakku bukan?"
Untuk kesekian kalinya Ranu hanya mengangguk.
"Apakah kau akan terus berada di pihakku? Haruskah aku mempercayaimu?"
Ranu tersenyum dan maju selangkah mendekati Ningtyas. Ia memegang satu tangan putri kemudian menaruhnya di atas telapak tangannya "jika saya terbukti berkhianat, maka saya akan menerima apapun konsekuensinya. Meskipun jika harus jauh dari anda sekalipun"
Perlakuan Ranu sempat membuat Ningtyas salah tingkah. Apalagi ketika orang itu tiba-tiba saja memeluknya. Sebenarnya maksud apa dari hal yang Ranu lakukan. Orang itu tak memeluknya hanya satu kali.