Ningtyas yang pingsan sudah dibawa ke kediaman Sari. Gadis itu kini tampak tak sadarkan diri, tubuhnya lemas serta tak berdaya.
"Kak Ranu, bagaimana keadaan di keraton? Apakah situasinya sudah lebih baik"
"Api berhasil dipadamkan meskipun dalam kurun waktu yang cukup lama"
"Arghhhh" suara rintihan itu terdengar kala Ningtyas sadar dari pingsannya. Gadis itu memegangi kepalanya yang terasa sakit.
Ranu panik dan segera mendekati ke arah sang putri "apa anda baik-baik saja?"
Ningtyas sama sekali tak menjawab pertanyaan itu. Ia bingung dan menoleh ke kanan dan ke kiri "kenapa aku bisa berada disini. Seharusnya aku berada di keraton. Aku harus menyelamatkan mereka semua" ia berusaha untuk bangkit dari ranjang. Namun Ranu dengan sigap mencegahnya.
"Mereka semua selamat tuan putri, hanya saja beberapa dayang dan prajurit telah wafat akibat insiden"
Sang putri menghela nafas panjang. Hatinya sakit, dadanya terasa sesak "innalilahi wa inna ilaihi raji'un"
"Mengenai keluarga tuan putri, Alhamdulillah mereka semua selamat...."
"Antarkan aku untuk bertemu dengan mereka!"
Ranu membawa putri menuju kediaman keluarganya. Sebuah gubuk yang tak begitu luas. Awalnya Ningtyas tak yakin keluarganya berada disana. Namun sesaat berhasil di bujuk oleh Ranu "putri, ibu dan kakak anda sudah menunggu"
Entah kenapa langkahnya itu terasa berat. Padahal mereka baru tak bertemu dalam waktu yang tak cukup lama, tapi dadanya itu terasa berat kala tau bahwa kali ini ia benar-benar akan bertemu dengan keluarganya.
Kriet.... Ningtyas membuka pintu gubuk itu dan melihat ada keluarganya disana. Sang ibu tengah membuat bubur sedangkan kakaknya sibuk mengobati ayahnya dengan jarum akupuntur.
"Ibu, kakak" nafasnya kini sedikit berat, akibat tangis yang sedari tadi ditahannya.
"Ya Allah, ini beneran kamu Ning" Prameswari langsung berlari dan memeluk putri kedua "Alhamdulillah kau baik-baik saja nak. Bagaimana keadaanmu?"
"Ning baik-baik saja ibu"
Bersama dengan itu, sang kakak juga berjalan mendekati mereka dan langsung ikut memeluk juga.
Sungguh pemandangan yang sangat mengharukan. Mereka bertemu setelah sekian lamanya saling menanggung rindu yang amat berat. Bahkan Ranu sendiri sampai menangis melihatnya.
Ningtyas beralih memandang sang ayah yang terbaring lemah di ranjang. Gadis itu duduk di samping ayahnya.
"Ayah pasti lelah karena terus terbaring dan tak melakukan apa-apa bukan" gadis itu mengelus lembut kepala sang ayah "Ning janji akan membuat para perompak itu celaka. Ning akan lakukan semua itu untukmu ayah!" Ningtyas segera berdiri dan hendak keluar dari gubuk "ibu, kakak. Kita tak bisa terus diam. Kita harus mendapatkan kembali nama baik keluarga ini. Kita harus membongkar kelakuan orang yang sudah membuat keluarga kita menjadi seperti ini"
"Memangnya kau punya bukti?"
Perkataan sang ibu membuat Ningtyas menghentikan langkahnya.