Gadis yang merupakan dayang agung itu tengah di penuhi dengan kegelisahan. Ia berjalan dari lorong ke lorong, tergesa-gesa hendak menemui seseorang.
Brak.... tubuhnya itu bertubrukan dengan Ranu. Ningtyas tentu saja terkejut mengetahui Ranu dengan pakaian yang berbeda.
"Ranu, kau tidak sedang bercanda bukan?"
"Mana mungkin saya bercanda tentang hal penting seperti ini putri"
Gadis itu segera berlari menuju ruang pribadi dimana putra mahkota berada disana. Ia dengan kain penutup yang di kenakannya, serta pisau tajam yang ada ditangannya. Ningtyas berlari dan bisa menusukkan pisau itu jika saja Setyo tak bergerak cepat.
Sang putra mahkota sangat terkejut ketika seseorang tiba-tiba saja masuk ke ruangannya, dan bahkan berniat melakukan tindakan pembunuhan.
Penasihat khusus putra mahkota hanya bisa terdiam. Ia yang tak mempunyai kepintaran dalam bidang pertahanan itu hanya diam dan ketakutan melihat kejadian itu.
Bimbang, itulah yang Ningtyas rasakan kala itu. Pisau itu sudah tepat berada di leher pamannya, namun tangannya itu seakan susah untuk ia gerakan. Ia sangat kebingungan, bahkan berpikir keras apakah tindakan yang ia lakukan saat ini itu benar atau bahkan salah "kau harus mati sekarang juga!"
Namun dilain sisi, ia selalu teringat tentang orangtuanya yang selalu tak mendapatkan keadilan. Gadis itu sangat ingin membalas dendam pada siapapun orang yang sudah mengusik keluarganya. Saat keinginannya itu tepat berada dihadapannya, kini Ningtyas justru merasa kesulitan.
Bugh, pandangannya mulai pudar saat ia merasakan sakitnya pukulan di pundaknya. Saat ia tersadar, ia berada di sebuah ruangan yang tak asing baginya. tidak salah lagi, ini adakah kamar kakaknya.
"Kau sudah terbangun?"
"Akhh" Ningtyas masih merasa sedikit pegal di pundaknya. tangan kanannya itu memegangi pundaknya sendiri yang terasa sakit.
"Aku sudah memberikan salep untuk meredakan nyeri, mungkin sehari kemudian sakitnya akan hilang"
Bukan kesehatan yang dibahas, Ningtyas justru membahas hal yang saat ini sangat sensitif "kakak sudah dengar tentang rumor itu, dan kakak juga sudah pasti tau tentang siapa sebenarnya orang yang sudah mengusik ayah dan ibu"
"Sebaiknya kau tak usah mengurusi tentang hal ini lagi. Siapapun yang sudah meninggal itu karena takdir...."
"takdir ada penyebabnya! Kenapa kakak bersikap seolah sudah tak acuh terhadap ayah dan ibu. Apakah kakak tak ingin membersihkan nama mereka...."
"Sudah cukup Ningtyas. Apakah kau tak pernah berpikir, sejauh ini kau sudah berusaha tapi apa yang di dapatkan. Sekarang hanya perlu hidup dengan baik dan hati-hati, supaya kita baik baik saja"
sang kakak itu beranjak dari duduknya "kakak harus segera memeriksa pasien yang sedang membutuhkan, kakak harap kau tidak melakukan hal hal yang berhubungan dengan para penjahat itu!"