Baru saja beberapa hari Mahesa kembali melakukan tugasnya. Namun sang raja kini tiba-tiba ambruk disaat sedang melakukan sidang umum. Semua orang panik dan membawanya ke kamar. Berbagai tabib pun di panggil, bahkan ratu sampai memanggil tabib dari daerah luar. Namun semua itu belum membuahkan hasil. Raja terbaring sudah hampir satu minggu, terpaksa ratu yang harus menggantikannya sementara.
"Bagaimana dengan sidang hari ini ibu?" tanya Setiawan pada ibunya.
Sang ratu mendengus kesal, ia bahkan menghela nafas panjang. Menjadi seorang utama di sebuah keraton ternyata tidak mudah "inilah akibat jika raja tetap membiarkan tahta putra mahkota kosong. Sekarang ibu sendiri yang kewalahan"
"Ibu sekarang sudah menjadi pemimpin sementara. Posisi Rama dan ratu tak jauh bedanya. Jika ingin rencana yang sudah kita nanti segera berakhir, maka segera ambil keputusan mengenai saya"
"Putra ku, ibu tak bisa berbuat gegabah. Ayah mu tetaplah seorang raja, ibu hanya menggantikannya sementara. Hingga raja sudah sembuh, apa yang akan ibu katakan jika kau menjadi putra mahkota"
"Suamiku, apa yang ibu katakan itu benar. Kita tunggu sampai raja benar-benar menyerah dan memberikan tahta itu padamu" sahut Keswari.
Seorang gadis dengan nafasnya yang terasa berat, berlari menghampiri mereka yang masih berbincang-bincang "ibu bagaimana keadaan ayah?"
"Ibu sudah memanggil salah seorang kerabat kita yang ahli dalam pengobatan"
________
"Apa! Ratu Martapura memanggilmu?"
Hasanah menundukkan kepalanya dihadapan sang ibu "kali ini biarkan saya melakukan sesuatu ibu. Raja Mahesa sedang sakit dan ratu Mentari menyuruh saya untuk datang ke Martapura"
"Mereka tau bahwa kau ahli dalam pengobatan, itulah kenapa mereka menganggap mu sebagai kerabat...."
"Ibu cukup"
"Baiklah, ibu akan mengizinkanmu. Raja Mahesa merupakan orang yang baik. Bahkan dia tak pernah berbuat tak adil pada keluarga kita"
"Saya senang jika ibu bersikap lebih tenang sekarang"
Perginya sang kakak ke Martapura mungkin akan menjadi kesempatan baik untuknya, itu yang berada di pikiran Ningtyas saat itu. Namun gadis itu tak mendapatkan izin dari ibunya. Prameswari tak ingin jika Ningtyas ikut pergi dengan kakaknya ke Martapura.
"Ibu, saya mohon biarkan Ning pergi ikut bersama kakak ke Martapura...."
"Sekali ibu bilang tidak, ya tetap tidak. Apakah kau masih belum mengerti juga Ningtyas. Kau lihat ayahmu!" Prameswari menunjuk suaminya itu yang sedang terbaring lemas "ayahmu masih sakit dan kau hendak pergi kesana tanpa tujuan...."
"Karena kondisi ayah juga yang mengharuskan Ning untuk ke Martapura. Ibu, kenapa kita terus diam? Padahal kita semua tau perbuat paman Setiawan. Apakah ibu tak pernah sedikitpun berpikir bahwa kebakaran keraton waktu itu hanya kebetulan saja?"