Masyarakat Martapura dibuat sedih dengan kabar bahwa raja Mahesa meninggal. Berita itu bukanlah rumor, katana berita itu sudah menyebar hingga keluar Martapura sekalipun.
Banyak orang bersedih ditinggal oleh raja yang bijaksana, terutama sang ratu. Mentari saat ini terus mengurung dirinya di kamar. Putrinya itu datang menghampirinya ke kamar. Gadis itu duduk di samping ibunya, kemudian memeluknya dengan sangat erat "kita harus kuat ibu. Ini semua sudah takdir"
"Ibu sudah kehilangan ayahmu, sudah tak ada lagi alasan bagi ibu untuk...."
"Jangan bicara lagi ibu. Sekar mohon ibu jangan pernah mengatakan itu lagi. Ibu harus tetap berada disisi Sekar. Jangan pernah meninggalkan Sekar ya"
"Setelah ayahmu tiada, nyawa kita bisa terancam!"
"Apa yang ibu maksud?"
Gadis itu bergegas menuju kediaman putra mahkota. Namun orang itu tak berada di kediamannya. Hingga seorang tiba-tiba menghampirinya. Sekar terkejut kala tau bahwa Ningtyas juga berada disana.
"Kenapa kau membawa pedang?" tahta Ningtyas saat melihat Sekar membawa pedang ditangannya.
"K-kau sendiri kenapa bisa berada disini?"
"Sepertinya tujuan kita sama. Kau pasti juga sudah tau tentang putra mahkota!"
Sekar hanya diam, ia tak mengucapkan sepatah katapun. Justru malah pergi menuju keluar ruangan. Namun langkahnya terhenti ketika Ningtyas mengatakan sesuatu "kau sudah mengetahui tentang apa saja hal yang sudah di perbuat oleh putra mahkota dan para komplotan nya"
"yang kau katakan memang benar, jadi beritahu aku dimana keberadaan putra mahkota sekarang"
Balai pertemuan itu dipenuhi banyak orang. Putra mahkota kini nampak memakai pakaian sang raja. Rupanya orang itu sudah berhasil menjadi seorang raja. Meskipun banyak pro dan kontra, namun posisinya kini cukup kuat.
"Selamat atas kenaikan tahta anda yang mulia raja!"
"Selamat atas kenaikan tahta anda yang mulia raja"
Berbagai ucapan selamat saling bertautan. Kabar itu membuat semua yang bergabung dalam rencana pemberontakan nampak kesal. Bagaimana tidak, rencana awal yang sudah mereka susun itu rupanya gagal. Bahkan rumor mengatakan bahwa Panglima Martapura itu sengaja keluar keraton karena merasa malu telah gagal mendapatkan tahta raja.
"Apa? Kenapa bisa ada rumor seperti itu?"
"Maaf, tapi sepertinya ini terakhir kalinya aku berada di pihakmu. Bukankah jabatanmu sudah turun. Banyak orang di keraton tau bahwa kau dan raja sekarang memiliki sebuah kontroversi, kalian pun sering berselisih"
"Kenapa kau mengatakan hal ini kepadaku?"
"Aku hanya ingin melindungi diriku sendiri. Aku tak mau berada dekat dengan seseorang yang saat ini sering disebut dengan pengkhianat"
Brak.... Ini kali pertamanya Ningtyas sampai semarah itu. Bagaimana tidak, tahta itu sudah di dapat oleh orang yang tak seharusnya. Apalagi saat ini dirinya diturunkan dari jabatannya. Bahkan seseorang yang sudah ia percaya kini justru berkhianat padanya.