Ningtyas menghampiri kakak yang saat itu sibuk dengan tugasnya "kakak, adakah yang bisa ku bantu"
Sang kakak yang sibuk meracik obat itu berusaha tetap fokus meski sang adik terus mengajaknya berbicara "tidak ada yang perlu kau lakukan disini. Pergilah saja sebelum sku memarahimu"
Bukannya menurut, Ningtyas justru tetap diam dan bahkan duduk disana "baiklah, aku tak akan mengganggumu. Hanya saja, aku rindu saat kita masih berada di Panjaitan. Aku rindu kakak yang selalu menjahili ku dulu. Oh iya omong-omong, Kemsos Raden Rangsang terus membiarkan kakak berada di Martapura?"
Hasanah sejenak menghentikan aktivitasnya. Ia teringat bahwa suaminya itu tak hanya sekali dua kali mengirimkan surat undur dirinya supaya segera kembali pulang. Namun hal itu sekali ia acuhkan "aku berniat pulang setelah bisa mengobati raja Mahesa dengan baik dan benar"
"Aku akan mengatakan pada Kelana untuk mencarikan tabib lain. Kakak, kondisi raja Mahesa saat ini sedang menimbulkan banyak hal hal yang sensitif. Ning takut terjadi apa apa pada kakak. Para pengkhianat itu pasti tak akan tinggal diam. Mereka bisa saja menyerang siapapun tanpa pandang pandang dahulu. Alangkah lebih baik kakak cepat pergi dari Martapura...."
"Ning, tugas kita untuk membersihkan nama ayah dan ibu belum usai. Kakak tak mungkin pulang dan membiarkanmu berjuang sendirian...."
"Permisi tabib, putra mahkota menyuruh anda segera berkunjung ke kediaman raja jika obatnya sudah siap" Salah seorang dayang dayang membawa kabar untuk mereka.
"Baiklah, aku akan segera kesana!"
Ada perasaan takut dalam hati Ningtyas. Entah kenapa saat ini hatinya itu tak tenang. Sementara Hasanah dengan anggun berjalan menghampiri kediaman raja.
Sang raja itu kini untuk kesekian kalinya terbaring lemas di ranjangnya. terlihat sang istri yang setia menemani disampingnya "salam ratu"
"Rupanya kau sudah disini. Kemarilah dan obati raja" pinta ratu Mentari.
Sang ratu itu dengan seksama serta teliti memperhatikan tabib yang mengobati suaminya "kau tau sendiri bukan, apa yang akan kau alami jika Raja tidak bisa diselamatkan dari penyakitnya?"
"Maaf jika saya lancang ratu tetapi bukankah kematian itu adalah sebuah takdir yang pasti...."
"tetap saja. Jika kau tak berhasil melakukan tugasmu kali ini, maka besar kemungkinan kau akan mendapatkan hukuman atas celakanya raja"
Suara ketukan pintu terdengar dari arah luar "permisi ratu, saya dayang senior hendak menemui anda"
"Masuklah"
Sang dayang pribadi ratu itu masuk "ratu, putra mahkota ingin segera menemui anda"
terlihat sabg ratu dan tabib itu saling bertatap. Rupanya ratu menyadari ada ekspresi curiga dari Hasanah. Namun ia menepis semua pikirannya itu. Untuk apa juga ia khawatir dengan kecurigaan orang ini. toh apa yang orang ini lakukan tak akan berdampak pada dirinya sendiri.