Setyo yang baru saja kembali ke Martapura itu mengunjungi kediaman putrinya. Ia memeluk hangat tubuh putrinya itu, dan Kinanti juga membalasnya "bagaimana kabarmu anakku?"
"Kinanti baik baik saja ayah. Saya senang karena ayah telah kembali ke Martapura"
"Sebenarnya ada hal penting yang harus ayah tanyakan padamu. Apa hal yang sudah membuat dirimu berubah keputusan?"
"Oh itu....
Menjadi seorang putri dari putra mahkota merupakan hal yang sangat disyukuri oleh keluarga bangsawan. Sang putri itu mendapatkan perlakuan khusus dan kehormatan tersendiri oleh banyak orang. Namun hal itu berbeda dengan apa yang Kinanti alami. Posisinya sebagai putri agung sama sekali tak dianggap oleh sebagian kerabatnya.
"Hei, kau lihat putri itu. Kau tau, dia itu sok berkuasa. Salah satu temanku pernah bekerja di kediaman pribadinya, kau pasti terkejut dengan apa yang putri tidak tau diri itu katakan"
"Apa?"
"Putri Kinanti pernah menghayal dirinya sebagai ratu"
"Hhhh, memangnya siapa yang mau dengan putri palsu seperti dirinya"
Rumor tentang dia yang bukan anak dari Raden Setyo tersebar, ia bahkan di anggap sebagai anak haram. Bahkan ratu lebih memihak pada dayang ketimbang cucunya sendiri.
"Kau, tak pantas memukuli dayang tanpa sebab...."
"Nenek, andai saja anda tau apa yang sudah mereka bicarakan tentang saya. Mereka mengatakan bahwa saya...."
"Apa yang mereka katakan itu memang tidak benar. Meskipun begitu, kau sudah terlahir dari seorang ibu rendahan. Sangat sulit bagi kami untuk menganggap mu sama sekalipun kau darah daging dari putra mahkota Martapura" ratu Mentari menyuruh kedua dayang itu untuk pergi.
tangisan itu terdengar jelas oleh Mentari, sang ratu justru sama sekali tak mempedulikannya.
"Awalnya aku menerima semua yang terjadi padaku, namun semakin lama hatiku semakin sakit. Mengingat bahwa posisiku yang hampir sama dengan Ningtyas, tetapi gadis itu justru mendapatkan semuanya. Ayah, apakah Kinanti pantas untuk bahagia"
"Kau sangat pantas untuk bahagia. Ayah akan lakukan apapun untuk mendapatkan apa yang seharusnya jadi milik kita"
"Kau pantas, dan kau berhak bahagia"
________
Bunga itu dipetik satu persatu oleh Ningtyas. Harum mawar itu tercium dengan jelas di hidungnya. Pemikiran gadis itu rupanya tak seperti dugaannya. Niatnya yang ingin me relekskan hati di taman bunga ini, namun pikirannya itu tak bisa lepas dari Kelana.
Mengingat bahwa kali terakhir mereka bertemu dengan kejadian yang tak terduga. Ningtyas merasa bahwa dirinya itu terlalu berlebihan. Bahkan ia juga sudah melewati batas. Apalagi bunga yang ia petik ini adakah suruhan Kelana sendiri "arghhhh, kenapa dia harus menyuruhku. Sejak kapan dia menyukai bunga, apakah karena waktu itu...."
"Permisi dayang, Panglima Kelana menyuruh anda untuk menemuinya sekarang juga"