Nafasnya itu mulai berkurang kala lehernya itu di cengkeram kuat oleh orang jahat itu "ke-kenapa k-kau s-seperti i-ini" ucap Ningtuas terbata-bata. Mulutnya sangat sulit untuk ia gunakan untuk berbicara.
"Silahkan berbicara semaumu sebelum kau bertemu dengan ajalmu. Raden bilang bahwa orang semacam kau yang sudah mengetahui rahasianya, tak bisa dibiarkan begitu saja. Jadi kau harus ma-ti!"
"Akhh.... tolong jauhkan tanganmu dari leherku" perkataannya itu sama sekali tak dihiraukan. Bahkan cengkeraman dilehernya itu semakin kuat.
Ningtyas berusaha berpikir lebih baik dan menyusun rencana agar ia bisa lepas dari orang berbahaya ini "tidak, aku tidak bisa terus seperti ini. Aku harus bisa pergi dan lepas dari orang ini!"
Brak.... Ningtyas dengan sekuat tenaga mendorong tubuh orang itu hingga tersungkur kebelakang. Ini adalah kesempatan yang baik untuknya, ia segera beranjak dan berlari menjauh dari lokasi itu.
Nafasnya kini lebih berat ketimbang sebelumnya, dadanya pun juga terasa sakit terasa berat. Pandangannya itu mulai kabur. Kepalanya pun juga pening. Rasanya ia tak bisa lagi menyeimbangkan dirinya sendiri.
Bruk.... Ningtyas tak tau apa yang terjadi setelah itu.
Sementara itu, sebuah ruangan itu dipenuhi suara erangan Keswari yang kesakitan akibat luka panah di lengannya. Seorang tabib yang mengobatinya tampak penuh dengan ketakutan. Bagaimana tidak, sang putri itu sedari tadi memarahinya tanpa alasan yang jelas. Padahal pekerjaan tabib itu sudah dilakukan dengan baik dan benar."Arghhhh, bocah sialan itu. Kenapa dia harus mendengar percakapan tadi"
"Bisakah kau membicarakan hal itu setelah tabib keraton pergi!" Ucap Raden Setiawan yang baru masuk ke ruangan itu.
"Raden, bagaimana jika anak buah kita tak berhasil menangkap Ningtyas dan Kelana. Habislah riwayat kita!"
"Maka dari itu sebaik mungkin kau jaga bicaramu" Raden Setiawan menajamkan pandangannya pada sang tabib "jika ada orang lain lagi yang mengetahui tentang semua ini, maka kaulah yang akan menanggung akibatnya. Paham!"
Sang tabib hanya mengangguk sembari tubuhnya yang gemetaran.
"Cepat selesaikan pekerjaanmu dan keluar dari ruangan ini!" Pinta Raden Setiawan.
Pengobatan dilakukan lebih cepat di banding sebelumnya, tabib itu segera keluar dari ruangan.
"Kanda, kau harus melakukan cara lagi untuk bisa membungkam mulut mereka!"
"Kau tak perlu se khawatir itu istriku...." Raden Setiawan mendekat serta memeluk istrinya "Kelana sudah menjadi tawanan kita, sementara Ningtyas sedang berusaha melarikan diri. Kau tak perlu khawatir berlebihan, karena putri itu tak mungkin bisa lolos dari kejaran anak buah kita"
________
Kelana tak menyangka bahwa ia kembali berada di tempat ini. Sebuah tempat rahasia bawah tanah yang hanya diketahui para pengkhianat keraton itu. Kedua tangannya itu diikat erat oleh tali rotan. Mulutnya yang ditutupi kain membuat dirinya semakin tak berdaya. Ia tak bisa berteriak bahkan untuk melawan sekalipun.
Seseorang tiba-tiba datang dan menginjak punggungnya "sekarang kau kembali lagi ke tempat ini, tapi dengan kondisi yang berbeda. Kau tak akan banyak bicara seperti pertama kali kau berada ditempat ini. Bahkan kali ini kau tak akan bisa mengambil keputusan yang baik Kelana!"
"Apa yang kau mau dariku?" tanya Kelana.
Raden Setiawan mendekat serta mencengkeram dagu Kelana "jika kau ingin Ningtyas selamat, maka kau harus mengikuti semua perkataan ku!"