Sesaat setelah Ningtyas sadar, ia terkejut mendapati dirinya berada di sebuah rumah "dimana aku?"
Seseorang terlihat masuk ke kamar itu sembari membawa makanan "Alhamdulillah, kau sudah sadar!"
"Kenapa aku bisa berada disini? dan siapa kau?"
"Aku Sari, aku menemukanmu tergeletak dijalan. Beruntung saja orang-orang dengan cepat membawamu kesini untuk diobati. Apakah sekarang kau sudah merasa lebih baik?"
"Aku sudah lebih baik daripada sebelumnya, tapi bisakah kau beritahu aku dimana aku sekarang"
"Kau sekarang berasa di Panjaitan. Jika aku memberitahu tempat tinggal mu, kami siap untuk mengantarmu...."
"Oh, tidak perlu repot-repot. Aku ditolong seperti ini saja sudah cukup"
Ningtyas bungah karena tau dirinya sudah berasa di Panjaitan. Para pemberontak itu tak mungkin mengejarnya sejauh ini. Namun satu hal yang masih membuatnya gelisah. Bagaimana keadaan Kelana sekarang? Apakah orang itu baik-baik saja?
"Kuharap Kelana tidak terluka?"
Satu-satunya yang harus ia lakukan saat ini adalah kembali ke keraton Panjaitan. Ia harus memberitahu tentang apa yang sudah terjadi di Martapura "sekali lagi terima kasih karena sudah menolongku. Sekarang aku harus pergi, dan akan kembali lagi jika aku punya waktu luang"
Setelah pergi dan mengucapkan terimakasih, Ningtyas bergegas menuju ke keraton. Ia sengaja memilih halaman belakang untuk bisa masuk ke dalam wilayah keraton, supaya tak ada keributan. Bagaimana reaksi mereka jika tau putri kembali dengan keadaan seperti ini. Namun belum sempat ia melangkah lagi, sebuah tangan memegang punggung kanannya. Ningtyas menoleh dan mendapati Ranu ada disampingnya "Astaghfirullah, kau mengagetkanku saja Ranu"
"Ini benar anda tuan putri. Kau bukan hantu kan!"
"Jaga bicaramu Ranu, kenapa kau menyebut ku sebagai hantu?"
Refleks Ranu langsung memeluk tubuh sang putri dengan sangat erat "syukurlah jika tuan putri baik-baik saja. Kami semua mengira putri sudah tiada...."
"Apa! tiada?" Ningtyas heran kenapa Ranu berbicara seperti itu. Apakah dia sudah terlalu lama pergi dari keraton? Ia sontak melepas paksa pelukan itu dan bertanya-tanya.
"Kenapa kau berbicara seperti itu. Kau pikir aku celaka dan sudah tiada?"
Seberapa lama ia tak kembali, keadaanya sangat berbeda dari sebelumnya. Sang putri dianggap bilang dan sudah tiada. Segitu mudahnya ia anggap seperti itu.
"Sekarang kau jelaskan padaku, kenapa bisa semua orang beropini bahwa aku sudah tiada"
"Setelah tragedi di Martapura, Raja terluka. Ia tertidur lama dan dibawa kembali ke Panjaitan...."
"Ayahku terluka! Bagaimana sekarang keadaanya?"
"Raja masih belum sadar, bahkan tabib keraton hampir putus asa dalam mengobatinya"
Ningtyas tanpa mengatakan satu katapun, langsung berdiri. Namun belum sempat ia berlari lebih jauh, Ranu dengan cepat menahan tangannya "jika orang-orang di Keraton melihat anda, pasti akan terjadi masalah"