Hasanah keluar dari ruangan raja dengan perasaan yang campur aduk. Kata-kata yang dilontarkan ratu padanya itu terus memutar di kepalanya.
"Seharusnya kau tidak berada disini. Seharusnya kau tak pernah menjadi seorang putri bangsawan!"
"Jika disuruh memilih, sejujurnya aku juga tak ingin mempunyai hubungan penting dengan keluarga keraton" langkahnya terhenti kala Kelana memberinya salam.
Hasanah dibawa Kelana menuju halaman belakang keraton yang cukup sepi. Kelana langsung pergi meninggalkan dirinya sendiri disana.
"Kakak"
Gadis itu mendengar suara yang tak asing. Ia teringat akan adiknya. Namun mana mungkin anak itu sekarang berada di Martapura. Merasa bahwa berada ditempat ini hanyalah sebuah hal yang percuma, Hasanah akhirnya berniat untuk pergi. Namun ketika ia baru melangkah sekali, adiknya itu dengan sigap langsung memeluknya "aku tidak menyangka kita akan bertemu disini dan di situasi ini"
Sang kakak dengan sigap melepas pelukan itu. Ia memegang kedua bahu sang adik "Ning, kenapa kau bisa berada disini?"
"Aku nekat dan akhirnya aku bisa sampai disini...."
"Bagaimana dengan ibu, lalu ayah.... Kau telah melakukan kesalahan besar Ningtyas. Untuk apa kau datang kesini?"
"Ada yang harus aku lakukan kakak...."
"Melakukan apa? Apa kau lagi dan lagi ingin membongkar kejahatan mereka?"
"Iya! Itu tujuanku berada kesini. Kakak, jika kita diam saja maka kita akan semakin ditindas. Meskipun kita berbeda kasta dengan mereka semua, tapi kita juga berhak untuk mendapatkan kebahagiaan bukan"
"lalu apa yang akan kau lakukan sekarang? Kenapa kau tak bisa diam dan kau selalu membuat masalah? Kali terakhir ayah dan ibu mengizinkan mu, kejadian pahit itu terjadi. Kau justru membuat masalah dan membuat semua orang khawatir karena kau hilang. Sekarang katakan padaku, apa rencana yang akan kau lakukan? Apa kau akan berusaha merebut tahta dan menghukum orang orang yang sudah menyakiti keluarga kita?"
"Bukan tahta, tapi keadilan! Aku punya harga diri dan aku akan mempertahankan itu semua!"
Halaman belakang keraton yang cukup luas itu baik untuk perbincangan mereka. Hanya Kelana lah yang mendengar, karena rupanya orang itu tak pergi secara langsung dari sana. Ingin sekali dia menghibur gadis yang dicintainya, namun apa daya karena semua itu terhalang oleh pekerjaan yang saat ini ia emban.
Panglima besar itu mempunyai janji untuk bertemu dengan Raden Setiawan hari itu juga. Kelana tak tau tentang apa yang hendak orang munafik itu katakan padanya.
Sudah lama ia menahan rasa sakit serta keterpaksaan menurut semua perintah sang Raden. Namun ternyata selama ini ia di bohongi "kali ini aku tak bisa diam saja. Aku akan memberi pelajaran pada Raden tak tau diri itu!"