Berita mengenai diterimanya rakyat Panjaitan di Martapura sudah tersebar luas. Bahkan beberapa sekelompok warga menentang, dan membuat petisi untuk pencabutan keputusan. Namun sedikitnya suara mereka tak digubris oleh Mahesa. Sang raja itu tetep kekeuh dengan keputusannya.
Mengetahui hal itu, Mahesa mengerahkan Kelana dengan beberapa prajurit bawahannya untuk mengawal orang-orang yang hendak berkunjung ke Martapura. Mereka berangkat dan berusaha menyusul rombongan itu saat masih berada di kawasan hutan. Namun naasnya, sebuah panah tiba-tiba di arahkan pada Kelana. tangannya itu sedikit terluka akibat goresan tadi. Salah seorang prajurit mengambil busur panah yang sudah tertancap di sebuah pohon, lalu memberikannya pada atasannya.
Kelana terkejut kala melihat ada sebuah kertas kecil di busur panah tersebut. Ia mengetahui ada sebuah tulisan didalamnya 'ada penjahat di balik penjahat' "Apa maksud dari semua ini?"
"Panglima, sepertinya ada yang mengancam kita. Bagaimana menurut anda, lebih baik kita pulang atau meneruskan perjalanan?"
"Jika kau mau pergi, silahkan pergi sendiri. Aku tak butuh seorang pengecut ikut bersama denganku.... Semuanya, kita berangkat sekarang!"
Butuh beberapa jam untuk bisa sampai di kawasan hutan. Bahkan tak lama kemudian mereka berjumpa dengan rombongan itu. Awalnya banyak dari mereka ketakutan. Namun saat dijelaskan bahwa mereka adalah prajurit Martapura, mereka mulai lega.
Kelana tak melihat adanya orangtua Ningtyas di rombongan itu. Bahkan tidak ada tandu khusus bagi raja dan ratu. Apakah mereka menyamar menjadi rakyat biasa?
"Saya dengar banyak dari kalian yang meninggal secara tiba-tiba, akibat sebuah racun. Apakah itu benar? lalu dimana raja dan ratu Panjaitan?"
"Jangan tanyakan tentang mereka saat ini, karena mereka tidak ada di rombongan ini. Mereka itu bukan raja dan ratu, tapi seorang pengkhianat. Mereka sengaja membohongi rakyatnya sendiri. Bagaimana mungkin bukan, jika seorang raja itu adalah pembunuh. Orang itu tak pantas dan tak becus menjadi raja"
"Kalau begitu, bagaimana dengan orang sakit yang masih bertahan. Beritahu saya berada di rombongan mana mereka? Kami sudah membawa tabib khusus untuk mengobati mereka"
"Jangan tanyakan juga tentang hal itu padaku. Orang-orang yang sakit itu tak ikut bersama kami ke Martapura. Sekarang, bisakah kau mengizinkan kami untuk meneruskan perjalanan?"
"Oh tentu, tujuan kami juga untuk mengawal kalian sampai di Martapura dengan selamat"
Kelana memberikan instruksi pada bawahannya untuk melanjutkan perjalanan. Sedangkan ia sendiri memilih untuk pergi menuju Panjaitan.
Wilayah itu sekarang sangatlah sepi. Sudah tentu, hampir semua warga sudah pergi ke Martapura. Panjaitan seperti wilayah yang tak berpenghuni. Sama sekali tak terlihat satu orang pun disana. Secara tiba-tiba, dikejutkan oleh sebuah pedang yang tepat berada di lehernya.