Pedang tajam itu dihunuskan di leher seseorang. Jika saja Raden Setiawan tidak cepat menghindar, mungkin saat itu ia sudah celaka di tangan Kelana "anda sudah berbohong pada saya!"
Raden Setiawan tertawa sinis, rupanya bawahannya itu sudah tau jika dia sudah berhasil dibohongi "hahahaha"
"Apakah sudah menjadi kebiasaan jika dalam situasi seperti ini anda tertawa? Apakah anda tidak takut jika pedang ini menjadi penyebab anda tewas?"
"Untuk apa aku takut. toh jika aku mati, semuanya tidak akan berubah. Jika semuanya terbongkar, kaulah yang akan dihukum. Apakah kau sudah lupa dengan apa saja yang sudah kau lakukan atas perintahku? Kalau saja Ningtyas tau, pasti orang itu akan membencimu"
Pedang itu dijauhkan kala Kelana mendapatkan ancaman itu. Sedangkan Setiawan berdiri dan merapikan pakaiannya "sudah kuduga, pasti kau takut. Rupanya seseorang yang di kenal sebagai petarung handal itu sangat mudah di taklukkan. Kau tau, rasa cintamu sendirilah yang perlahan akan membunuhmu!"
"Anda jangan senang terlebih dahulu. Jika saya sudah kehilangan kesabaran, maka besar kemungkinan saya akan membongkar semua kejahatan anda meskipun harus membahayakan diri sendiri"
Raden Setiawan tak mempedulikan perkataan Kelana, ia berjalan keluar dari ruangan itu diikuti oleh pengawal pribadinya.
"Raden, sepertinya Kelana tidak main-main dengan perkataannya. Bagaimana jika orang itu benar-benar membongkar semuanya? Pasti anda dan kita semua berada dalam bahaya...."
"Aku tau, kita tidak boleh meremehkan anak itu.... Siapkan kuda, aku harus pergi menemuinya sekarang juga"
"tunggu Raden, kenapa anda masih saja ingin satu rekan dengan orang tak tau diri itu. Apakah anda yakin bahwa dia tidak akan berkhianat?"
"Jika berkhianat, dia tetap tidak akan bisa menjadi raja dan mengancam ku!"
________
Prameswari merasa sudah kehilangan kesabaran. Kedua putrinya itu pun tak ada disisinya saat keadaan genting seperti ini. Beberapa hari ini teror demi teror terus berdatangan. Kepalanya sangat pusing terlebih lagi saat suaminya itu tak kunjung tersadar dari penyakitnya "apa yang harus saya lakukan raja? Kapan kau bisa sadar dan mendampingi saya untuk memecahkan semua masalah ini. Kedua putri kita tak ada disini sekarang. Apa yang harus saya lakukan supaya mereka tetap terlindungi"
"Salam ratu" ucap Ranu datang kediaman raja dan ratu.
"Bagaimana Ranu, kau masih saja tidak mau jujur padaku"
"Saya...."
"Ningtyas pergi ke Martapura bukan?"
Ranu berada diambang kegelisahan. Mana mungkin dirinya memberitahu ratu mengenai kemana Ningtyas pergi. Namun ternyata sang ratu sudah mengetahui sebelum dirinya memberitahu "em ratu...."
"Hanya menjawab pertanyaan ku apakah sesulit itu Ranu?"
Mendengar bentakan sang ratu, Ranu sadar bahwa dia benar-benar marah "apa yang anda katakan memang benar ratu"