Chapter 52. Saudara

11 3 0
                                    

Bunyi vas bunga yang pecah itu mengalihkan perhatian mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bunyi vas bunga yang pecah itu mengalihkan perhatian mereka. tak mau ketahuan, Ningtyas segera pergi sebelum mereka melihat dirinya.

Sontak hal yang mereka lakukan itu terhenti. Kelana tiba-tiba merasa sedikit sakit di kepalanya. Orang itu memegangi kepalanya sendiri yang terasa pusing.

"Kelana kau tidak apa-apa...."

Kelana dengan sigap menepis tangan itu "jangan sentuh aku. A-apa yang baru saja kita lakukan tadi"

"Apa kau tidak ingat, kita berdua sudah melakukannya. Apakah itu artinya, hubungan ini sudah bukan sandiwara lagi"

"tidak perlu berbuat omong kosong. Aku harus pergi sekarang. Ingat ini, jika kau melakukannya lagi. Maka aku tidak akan pernah mau berbicara bahkan hanya mengobrol denganmu sekalipun" Kelana bergegas pergi dari sana. Sementara Kinanti justru malah tersenyum.

Gadis itu melihat dua secangkir teh di meja. Ia berjalan mendekat, duduk dan meminum salah satu teh dari cangkir itu "ini baru permulaan Ningtyas. Suatu saat, apa yang menjadi milikmu itu akan menjadi milikku juga!"

________

didalam ruangan yang terbuka itu, Ningtyas memegang pedang dan mengarahkannya ke segala arah. Seolah-olah bahwa dirinya tengah bertarung dengan seseorang. Emosinya itu belum stabil, hatinya tengah di penuhi dengan amarah.

Hingga ia mendengar suara langkah kaki mendekat ke arahnya, Ningtyas berbalik dan menghunuskan pedang itu tepat di samping leher seseorang.

"K-kau kenapa Ning?" Sari dengan gugup mempertanyakan hal itu. Bagaimana tidak, sebuah pedang ini tepat berada di samping lehernya. dan pedang ini bisa kakak saja menyobek lehernya.

"Ah, maafkan aku. Aku tak tau kalau kau berada disini" Ningtyas dengan segera membuang pedang yang dipegangnya.

"tidak perlu meminta maaf. Karena kau pasti tak tau aku yang saat ini menghampiri dirimu"

Gadis itu menyuruh Ningtyas untuk ikut duduk bersamanya. Sari membuka sebuah kotak berisi makanan "aku baru saja membawanya dari dapur keraton. Masakannya sangat enak, kau mau mencobanya?"

Kenapa bisa orang-orang Panjaitan itu tetap menetap di keraton, Ningtyas juga terkejut saat tau bahwa Sari menggunakan pakaian dayang keraton "bagaimana kau bisa berada disini Sari?"

"Sebagian dari warga yang mengungsi, di perbolehkan untuk mengikuti seleksi. Beberapa dari kami sudah terpilih menjadi prajurit dan dayang baru di keraton"

Kedua gadis itu sontak berpelukan "bolehkah aku berbicara dengan nada yang tidak formal...."

"Hm...."

"Maksudnya, aku akan memanggilmu layaknya seorang saudara. Bolehkah aku menganggap mu sebagai saudaraku"

"tentu saja, justru aku senang jika kau bersikap seperti ini padaku"

"Mmmm, tapi tadi aku melihatmu seperti tengah bersedih. Aku tau bahwa ditinggalkan seseorang yang kita sayangi itu susah, tapi itulah yang namanya takdir. Ningtyas, kau tenang saja. Ada aku dan banyak orang lainnya yang menyayangimu"

Power StrugleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang