10B. Pak Polisi

118 27 4
                                    

Cerita ini hanya fiksi belaka.
Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
[*******]

Pak Radi menepati ucapannya. Dia benar-benar datang ke rumah Putmi. Walaupun perempuan manis itu jelas-jelas menolaknya dan tak ingin menemuinya lagi.

Tapi Pak Radi tak peduli. Dia tak akan menerima begitu saja. Tentunya punya rencana tersendiri untuk merealisasikan keinginannya.

"Assalamu'alaikum." Lelaki tinggi tersebut mengetuk pintu rumah Putmi.

Tak lama terdengar sahutan dari dalam, "Wa'alaikum salam." Pintu terbuka dengan perlahan, menampilkan seorang wanita berambut pendek yang bisa dipastikan merupakan ibu dari Putmilasari. "Eh," dia nampak sedikit kaget, lalu kembali menormalkan ekspresinya. "Maaf, ada perlu dengan siapa?"

"Emm, saya Radi, temannya Putmi. Apa Putmi-nya ada?" tanya Pak Radi penuh kesopanan.

"O-oh, teman Putmi," ujar wanita tersebut yang terlihat ragu. Dia sedikit tak percaya jika putrinya memiliki teman seorang polisi. Apa jangan-jangan si Putmi mulai bandel? Sampai berurusan sama polisi? Dia mulai berspekulasi.

"Putmi-nya gak ada, Pak, kalau jam segini. Masih kerja dia." Ibu Putmi berjalan menjauhi pintu. "Em-ma-maaf nih, Pak, gak sopan ya saya. Mari, duduk dulu. Kita bicara sambil duduk." Wanita tersebut menunjukkan tempat duduk yang ada di terasnya.

"Tidak apa-apa, Ibu. Saya hanya sebentar di sini." Pak Radi menolak dengan segan. "Kalau boleh tahu Putmi kerja di mana, ya?"

Ibu Putmi mengatakan jika Putmi bekerja di Bonjon. Pabrik kecil yang berada di dekat apotek. Sudah dua bulanan dia bekerja di sana. Istirahatnya hanya setengah jam, jadi Pak Radi tak bisa memaksakan bertemunya saat ini.

Pak Radi memilih kembali ke kantor. Berniat menemui si gadis manis saat waktunya pulang kerja. Sekalian menjemputnya juga. Ralat. Sekalian memaksanya ikut pulang dengan dirinya.

[*******]

"Lama banget," gerutu Pak Radi yang sudah duduk di atas motor selama seperempat jam. Sesuai permintaan ibunya, dia tak boleh menjemput Putmi langsung ke tempat kerja. Jadilah dia menunggu di depan warung yang ada di samping apotek.

Sedari tadi beberapa orang keluar dari pabrik tempat kerja Putmi. Tapi tak terlihat hidung mungil gadis manis pujaan Pak Radi. "Apa saya tanya yang lewat?" Ia bertanya-tanya. Saat ada satu-dua perempuan yang melihat ke arahnya.

Namun niatnya urung dilakukan, ketika melihat Putmi sudah keluar dari tempat kerjanya. "Putmi!" panggil Pak Radi dari tempatnya. Tak terlalu keras, tapi cukup berhasil untuk mencuri perhatian si gadis manis.

Putmi menoleh, lalu terlonjak kaget saat tahu siapa yang memanggil namanya. "Pak Radi? Bapak ngapain di sinii?!" Dia berjalan mendekati lelaki tersebut. Walaupun malas. Dia tetap harus melakukannya.

"Saya menjemput kamu," ujar Pak Radi dingin. Tanpa mau repot-repot turun dari motor.

"Buat apa?" tanya Putmi retoris. Menatap penuh kekesalan pada lelaki di hadapannya. "Maaf ya, Pak, mending Bapak pulang, deh. Saya bisa pulang sendiri, kok. Jalan kaki juga nyampe. Deket inih." Gadis tersebut sudah akan berbalik jika saja Pak Radi tidak bersuara.

"Oh, kamu mau saya ke tempat kerja kamu? Oke, saya ke sana sekarang." Pak Radi turun dari motor. "Saya tanya pada orang-orang yang ada di dalam, 'Apa Putmi sudah pulang? Saya mau menjemput pacar saya. Namanya Putmi.' Begitu?" Dia mulai melangkahkan kakinya.

"Eeh, jangan, dong!" Putmi buru-buru menarik lengan lelaki tinggi tersebut. "Pak Radi apaan, sih! Saya 'kan bukan pacar Bapak. Ngapain lagi pake ke sana!"

Random StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang