29R. Berusaha

7 1 0
                                    

"Sudah lebih baik?" Jungkook menanyakan kondisi bagian tangan yang bekas infus sebelumnya.

"Lumayan. Tapi masih ada pegel-pegelnya gitu."

"Mungkin itu yang dialiri cairan infus."

"Enggak, yang inii. Tapi yang itu juga sih, jadinya dua," Dita menyengir.

Jungkook terkekeh, "Sabar, nanti juga tidak akan sesakit ini. Pasti berangsur-angsur membaik. Kamu hanya belum terbiasa."

Dita mengangguk, mungkin memang begitu adanya.

"Kamu mau minum?" Jungkook berdiri untuk mengambil air yang ada di meja.

"Iya, haus banget. Apalagi tadi abis BAB."

"Apa hubungannya?" Jungkook tersenyum mendengar penuturan sang istri. Dia mengambil botol lalu membuka tutupnya.

"Adaa, tahuuu. Kan tadi ngeluarin banyak energi. Aku ngeden loh, sama kayak mau lahiran."

Jungkook semakin terkekeh mendengar kelanjutan ucapan Dita, "Iya, iya. Minum dulu, buat memulihkan energi."

"Kamu ngejek banget." Dita mendelik sebal.

"Aku tidak meledek." Jungkook tergelak di tempatnya. "Ayo, minum dulu." Dia mengarahkan bibir botol ke depan mulut sang istri.

Namun, tiba-tiba suara pintu terdobrak mengagetkan keduanya. Dita yang baru saja minum seteguk hampir saja tersedak.

"Astagfirullah, ngagetin aja!"

"Bunda, Ayah, Papi?!" Jungkook menatap tak percaya pada orangtua dan mertuanya.

Ketiga orang itu berebutan masuk ke dalam kamar.

"Sayang, bagaimana keadaanmu?" seorang wanita bertanya dengan panik.

"Aku baik-baik aja. Untung aja barusan gak keselek," Dita menatap sebal sang mertua. Bibirnya cemberut lima senti.

"Apa lahirannya lancar?" salah seorang lelaki ikut bersuara.

"Alhamdulillah lancar," kali ini Jungkook yang menjawab. "Ayah, Bunda dan Papi kenapa berebutan begitu sih? Seperti anak kecil saja."

"Maaf, kami terlalu excited," lelaki yang satunya kini menjawab. Dia bertubuh kekar dengan otot yang menonjol. Tingginya juga melebihi Jungkook.

"Sudah, tidak usah pedulikan mereka. Minum lagi, Sayang." Jungkook kembali mendekatkan botol ke bibir sang istri.

"Waduuh, mentang-mentang sudah punya istri mulai kurang ajar ya, kamuu!" lelaki berkumis tipis dan berbadan tinggi besar menggerutu pada anaknya. Beliau bernama Sijitama, seorang ayah dari Jungkook.

"Bukan begitu. Tapi keselamatan Dita lebih utama. Dia hampir saja terkena serangan jantung."

"Aku kaget, tapi gak segitunya juga!" Dita berkilah, lalu kembali meneruskan tegukannya.

"Cih, dasar hiperbola," cibir Sijitama.

"Loh, benar, itu bisa terkena ke jantung. Belum lagi tadi tersedak, bisa ke paru-paru. Bahaya."

"Anak Papi memang perhatian." Aditya, papi dari Dita menghampiri sang menantu yang sudah dia anggap anak sendiri. Lalu menepuk bahunya. Tanda dia bangga akan kesigapan lelaki tersebut.

"Itu sudah menjadi tugasku, Pi," Jungkook berkata sembari menutup mulut botol di kala Dita sudah puas meminum isinya.

"Aku mendapatkan Dita susah payah. Tentu saja aku akan menjaganya sepenuh hati."

Aditya tersenyum haru. "Papi memang tidak salah menjadikanmu menantu. Kamu memang yang terbaik."

Tapi tentu saja Aditya tak melupakan bahwa ada andil Tuhan di dalamnya. Sang pemilik semesta yang sudah menakdirkan mereka untuk bersatu.

Aditya sangat bersyukur takdir Dita begitu indah, walau terdapat badai kecil yang sempat menerpa hubungan keduanya.

"Aduh, aduh, yang anak Papi. Memang sudah benar Ayah menyebut Dita putri Ayah saja," Sijitama berseloroh dengan nada kesal.

"Bukan begitu, Ayah," Jungkook tertawa. Kenapa ayahnya sensitif sekali.

"Bagaimana keadaanmu? Apakah benar tidak ada yang sakit lagi?" Geulisa, Bunda dari Jungkook mengelus rambut sang menantu. Dia tak menghiraukan para lelaki yang sedang membuat keributan kecil di ruangan tersebut.

"Alhamdulillah, aku udah lebih baik sekarang, Bun."

"Maaf Bunda telat ke sininya, Sayang. Padahal sosok seorang ibu sangat penting di saat seperti ini."

Geulisa baru bisa menjenguk saat malam hari karena Sijitama sedang ada meeting penting di perusahaan. Ingin pergi sendiri pun tak diperbolehkan.

Jarak rumahnya ke rumah sakit memakan waktu empat jam perjalanan. Sijitama tak pernah membolehkan Geulisa untuk pergi ke luar kota sendiri, tanpa dirinya.

"Gak apa-apa. Lagi pula kejadiannya cepat banget. Kalau pun Bunda ke sini, gak akan sempat buat nemenin aku lahiran."

"Iya, kamu benar. Tapi Bunda ingin berada di sampingmu saat itu terjadi."

Geulisa merasa dirinya gagal sebagai seorang ibu. Padahal dia sudah berjanji untuk menjadi ibu yang selalu ada untuk Dita, menggantikan maminya yang telah lama meninggal.

"Sudahlah, Bun. Lagi pula ada aku yang selalu berada di sampingnya," Jungkook menenangkan sang bunda yang terlalu merasa bersalah. Dia juga khawatir Dita jadi ikut terbawa perasaan jika menyangkut tentang seorang ibu.

"Dita bahkan tadi tidak mau pergi jika bukan aku yang membawanya." Jungkook mengelus lembut kepala sang istri. Dia tahu perempuan itu sedikitnya teringat pada wanita yang sudah lama pergi dari hidupnya.

"Benar begitu, Sayang?"

Dita hanya menyengir seraya mengangguk.

"Itu berbahaya, Sayang," Geulisa menatap lekat sang menantu.

"Tapi aku gak bisa kalau gak sama Jungkook. Aku ngerasa gak kuat kalau gak ada Jungkook." Dita tidak hiperbola. Dia memang merasa tak berdaya jika tidak ada Jungkook di sampingnya.

Hanya keberadaan Jungkook yang membuatnya lebih tenang dan nyaman. Dia bahkan melupakan sang papi yang sudah bertahun-tahun dia andalkan di segala situasi.

"Jangan begitu lagi, Sayang," Aditya menasihati, "kamu harus sadar ada sosok lain yang bergantung kepadamu. Tidak bisa egois begitu. Harus kamu pikirkan sebab akibatnya."

"Iya, Papi. Aku benar-benar gak bisa berfikir jernih tadi. Beruntungnya Jungkook selalu tegas dan semua pekerjanya juga patuh dan sigap dalam mencerna situasi."

Dita menatap Jungkook dengan haru. Dia tak tahu bagaimana jadinya jika ia tetap keras kepala dan tak mau mendengarkan ucapan sang suami.

"Papi bangga padamu, Nak. Kamu memang selalu dapat diandalkan." Aditya lagi-lagi menepuk bahu sang menantu.

"Kalian terlalu sibuk berbicara. Aku malah sudah tak sabar ingin menggendong cucuku yang cantik jelita ini." Sijitama entah sejak kapan sudah berdiri di samping tempat tidur si bayi.

"Apa malaikat kecil kita sudah tidur sedari tadi?" tanyanya penasaran. Karena sedari tadi bayi tersebut tak merasa terganggu sama sekali, padahal di sekitarnya pada sibuk mengobrol.

"Iya, Aisyah sudah tidur terlalu lama, Ayah. Gendonglah dia agar cepat bangun," Jungkook yang menjawab.

Nama bayi cantik yang baru saja Dita lahirkan adalah Aisyah. Jungkook sendiri yang memilihkan nama tersebut, dan Dita menyetujuinya.

"Ini betulan boleh?" Sijitama ragu ingin mengangkat Aisyah dari dalam tempat tidurnya. Dia sangat gugup karena sudah lama tak pernah menggendong bayi lagi.

"Eh, eh, kenapa? Ini Kakek, Sayang. Tenanglah." Sijitama semakin panik saat Aisyah malah menangis di tengah gendongannya.

"Cup, cup, jangan menangis ya." Bayi mungil tersebut diayun-ayunkan dengan penuh kasih sayang.

***
251123
Putri Kemala Devi Yusman

Random StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang