25J. Maid

5 1 0
                                    

Aku dan Taeyong telah memiliki seorang putri yang cantik jelita. Bayi mungil ini bernama Maryam. Kami berharap Maryam dapat menjadi orang yang lebih baik dari kedua orangtuanya. Terutama dari segi agama.

Setiap pagi Maryam selalu membangunkanku. Dia bagai alarm yang siap membangunkan orang dari tidur lelapnya. Namun itu tak berlaku bagi Taeyong, dia masih saja asyik dengan dunia mimpi.

"Aw! Sakit, Sayang. Jangan begitu." Saat ini aku sedang menyusui Maryam. Dia menjadi ganas ketika sudah lapar.

Sedari tadi, Maryam terus saja menendang-nendang. Tapi herannya, Taeyong tidak merasa terganggu sama sekali. Padahal kami tidur bertiga di kasur yang sama.

"Sabar, ya. Jangan terburu-buru." Aku terkekeh karena Maryam menyusu dengan rakus sampai puncak dadaku tergigit berkali-kali.

"Pelan-pelan." Aku membenarkan ujung buah dadaku agar masuk dengan sempurna ke mulut mungil Maryam. "Pelan-pelan, Sayang. Tidak akan ada yang merebutnya."

Setelah Maryam menyusu dengan benar, aku merasa lebih tenang.

Kini giliran ayahnya yang harus kuurus. Huh! Dia benar-benar kerbau! Padahal kami sudah bergerak-gerak tak menentu sedari tadi di kasur ini, tapi dia masih saja tak terusik.

"Sayang, bangun!" Aku membangunkan Taeyong dengan sebelah tangan yang terbebas. "Kamu tidak malu dengan Maryam? Dia sudah bangun sedari tadi."

"Emm," Taeyong hanya bergumam tak jelas. Lalu menggerakkan badannya untuk membelakangiku.

"Taeyong, bangun! Kamu, ya ... susah sekali dibangunkan!" Kugerak-gerakkan lengannya agar dia merasa terganggu.

"Eugh ... lima menit lagi," racaunya yang terdengar sangat menyebalkan.

"Aishh, bangun!" Aku menggapai-gapai lengan Taeyong karena dia terus saja bergerak menjauh.

"Ayah, bangun! Ini Maryam mau cium," kugunakan Maryam sebagai alasan. Berharap dia langsung bersemangat untuk bangun.

Suara kekehan yang terdengar membalasku. Suamiku itu bukannya buru-buru bangun, malah cengengesan tak jelas.

"Ay-"

"Apa?" Dia membalikkan tubuhnya ke arahku dengan tiba-tiba. Mata itu terbuka tak sepenuhnya, namun menatapku penuh pesona.

"Yang ingin cium Bundanya atau anaknya?" tanyanya lirih sembari tersenyum mengejek.

Gila! Dalam keadaan begini saja dia dapat menggodaku!

"Maryam," ucapku seolah cuek. Pura-pura mengalihkan pandangan.

"Dia sibuk menyusu," ledek Taeyong masih dengan senyuman genitnya.

"Sudahlah, bangun! Jangan mengoceh terus!" Aku beralih mengamati Maryam yang seolah tidak peduli dengan keadaan sekitarnya.

Taeyong lagi-lagi malah terkekeh. "Kalau mau cium, bilang!" Dia bergerak mendekat, lalu mencium sudut bibirku secepat kilat.

"Aih," aku melotot, "Maryam yang mau," aku masih saja mengeles.

Taeyong terdiam di depanku. Matanya menatapku lamat-lamat.

"A-"

"Maryam juga dapat." Dia mencium pipi Maryam yang bulat dan berisi.

"Kamu juga." Taeyong kembali mencium sudut bibirku. Persis di tempat yang sama.

"Aishh, apa, sih." Aku berusaha menyembunyikan senyum. "Iler kamu tuh, mandi sana!" Jemariku menunjuk sudut bibirnya.

"Ishh, semakin lama semakin galak." Taeyong tertawa kecil. Tangannya terangkat mencubit-cubit hidung mungilku. "Iya-iya, aku mandi." Dia benar-benar bangkit dari kasur, dan secepat kilat menghilang di pintu kamar mandi.

Random StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang