25A. Maid

5 1 0
                                    

Aku menghela napas kasar setelah menutup telepon dari tuanku. Entah kenapa, aku tidak ikhlas memanggilnya dengan sebutan tuan.

Like ... what? Aku kekasihnya dulu. Dia memanggilku sayang. Aku pun memanggilnya dengan panggilan sayang. Lalu sekarang ... aku harus tunduk pada perintahnya, begitu? Menyebalkan.

Dia baru saja memintaku untuk mengantarkan berkas penting dalam waktu sepuluh menit. Gila aja. Dia pikir jarak dari rumah ke kantornya berapa meter?!

Huh. Aku harus berjalan cepat ke ruang kerjanya. Mengambil berkas itu, lalu melesat secepat kilat ke kantornya.

Namun sepertinya kesialan sedang berpihak padaku. Atau, memang si Brengsek Taeyong sedang mempermainkanku?

"Masa iya rumah sebesar itu hanya punya satu mobil?!" gerutuku kesal. Saat ini aku sudah berdiri di pinggir jalan. Menunggu angkutan umum yang lewat.

Setelah beberapa detik terlewati, hanya keheningan yang menyapaku. "Sepertinya memang jarang ada angkot yang lewat. Lebih baik aku berjalan sampai ke jalan besar."

Saat langkahku kian cepat. Terdengar suara mobil yang memelankan lajunya. Lalu menekan klakson dua-tiga kali.

Kebetulan sekali, itu adalah tetangga Taeyong yang ada di seberang. Apa dia menawarkan tumpangan? Aku menyengir ketika kaca jendela di bagian penumpang terbuka.

"Mau ke mana?" tanya si pengemudi, yang aku yakini dia pasti anak pemilik rumah di seberang. Aku tahu informasinya dari Jinny.

"Mau ke kantor Tuan Lee." Aku menjeda sebentar. "Tuan ... mau ke mana? Emm, apa saya boleh ikut menumpang?" tanyaku ragu. Aku tahu ini tidak sopan. Tapi aku sedang terburu-buru. Ini darurat.

Lelaki itu berdeham, "Naiklah."

Setelah aku naik ke bangku penumpang, mobil melaju dengan cepat. Aku sudah meminta diturunkan di jalan raya saja. Setidaknya aku bisa mendapatkan angkutan umum di sana.

Tetapi lelaki di sampingku bersikeras ingin mengantarkan sampai ke kantor Taeyong. Lagi pula, dia juga akan melewati kantor itu. Jadi tak masalah. Begitu katanya.

Setelah turun dari mobil dan mengucapkan terima kasih, aku kembali melanjutkan langkahku dengan berlari. Untuk sesaat, seorang penjaga keamanan menahanku di pintu masuk. Tapi langsung menyingkir ketika kukatakan ingin menemui atasannya.

Aku membuka pintu ruangan Taeyong dengan tak sabar. Tentunya setelah mengetuk pintu satu-dua kali.

"Telat lima menit," dia menyambutku dengan suara menggeram menahan kesal.

"Maaf, Tuan Lee. Jarak dari rumah ke sini jauh, tidak dapat ditempuh dalam waktu sesingkat itu," aku berusaha menjelaskan keadaan yang seharusnya dia mengerti.

"Baiklah, saya maafkan," Taeyong mengangguk sembari menerima berkas yang aku berikan.

Memang harus! aku menggerutu dalam hati. Seenaknya saja berbicara. Dia pikir dia yang benar memangnya!

"Sudah, kamu boleh pulang." Taeyong menyuruhku seenaknya. Dia bahkan tidak mengucapkan terima kasih?! Aku tahu aku memang pelayannya. Tapi ... Apa dia tidak punya tata krama!?

"Maaf, Tuan Lee. Saya baru saja sampai di sini." Aku berdeham sejenak. "A-apa ... saya tidak diperbolehkan minum dulu? Saya haus, berlari terus dari tadi." Aku tak peduli jika dikata tak sopan. Mau bagaimana lagi, aku haus. Di luar juga sedang panas-panasnya.

Random StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang