29O. Berusaha

7 1 0
                                    

Seribu sehari.

***

"Pak, aku mau ngefoto pemandangannya."

"Kalau begitu pakai handphone saya saja." Si bodyguard bersiap mengambil benda yang ada di saku celananya.

"Enggak. Aku pengen ngefoto pakai HP akuu," Dita memelas. Berusaha melunakkan hati sang bodyguard.

"Tidak bisa, Nyonya. Yang lain masih berada di dalam." Lelaki tersebut sejenak menoleh ke belakang. "Saya akan menunggu mereka kembali terlebih dahulu."

"Ayolaahh," Dita merengek, "sebentar lagi juga mereka kembali.

Eh-tuh kan! Baru juga diomongin!" Dita menunjuk ke arah belakang bodyguard-nya.

Bodyguard yang membawa tikar sudah keluar dari rumah dan berjalan ke arah mereka.

"Tolonglah, ambilin sekarang," pinta Dita semakin memelas.

"Baik, Nyonya," Bodyguard senior tersebut menurut. Dia berjalan ke arah rumah.

Saat berpapasan, kedua bodyguard sempat berbincang sejenak sebelum kembali melanjutkan langkah.

"Nyonya, ini tikarnya akan digelar di mana?" tanya si bodyguard muda ketika sampai di hadapan Dita.

"Di sini aja. Aku mau lihat bunga dari dekat." Dita menggeser tubuhnya agar tikar tersebut dapat digelar tepat di sana.

"Mari Nyonya, sekarang anda sudah bisa duduk."

Dita mendudukkan tubuh di atas tikar yang lebarnya tak seberapa. Ahh, nyamannya.

"Apa Nyonya butuh sesuatu lagi?" tanya sang bodyguard.

"Enggak. Aku mau nunggu yang lainnya datang aja."

"Ah, itu dia!" Beberapa saat kemudian para pelayan sudah kembali menghampiri mereka. Tapi yang ditunggu Dita tak juga keluar.

Dita menunggu dengan tak sabar. Dia ingin kembali berdiri. "Ugh!" ringisnya seraya memegang perut bagian bawah.

"Nyonya, anda tidak apa-apa?" si bodyguard dengan gesit mendekatinya.

"Gak pa-pa. Perut aku cuma sedikit nyeri." Dita menahan lelaki tersebut dengan gerakan jika dia tidak ingin disentuh.

Dita memang tidak membiarkan orang-orang sembarangan menyentuhnya. Jika tidak darurat, dia tidak akan mau. Karena sejatinya hanya sang suami yang boleh menyentuhnya sesuka hati.

"A-aww," Dita menjerit kecil ketika akan meneruskan niatnya untuk berdiri.

"Nyonya!" para pekerja berteriak bersamaan. Kedua pelayan yang tinggal beberapa langkah segera mendekatinya.

"A-ash! Aww ... Aduuhh!! Argghh!" Dita menjerit semakin keras.

"Nyonya!!"

"Ya Tuhan." Kedua pelayan dengan sigap menahan tubuh Dita yang kembali meluruh ke bawah. Beruntungnya mereka menangkap tubuh sang nyonya tepat waktu.

Jika tidak, entah apa yang akan terjadi.

Bodyguard muda hanya bersiaga di tempatnya. Selagi masih ada wanita di sekitar sang nyonya, dia tak akan berani menyentuhnya.

"Nyonya tidak apa-apa?" tanyanya panik.

Tatapan kedua pelayan menunjukkan jika pertanyaannya tidak bermutu sama sekali. Sudah jelas-jelas sang nyonya sedang kesakitan.

Si bodyguard hanya menatap tak mengerti dan bertanya dalam hati, Apa salahku? Aku hanya bertanya.

"Sakiitt!!" ringis Dita semakin pilu. Tangannya memegang perut dengan mata terpejam.

Random StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang