28. Akang Sayang

13 1 0
                                    

Dita dan Seokjin


"AKAANGGG!!!" Putli berteriak keras dari dalam kamar mandi. Lalu diikuti suara tangisan yang menjadi-jadi.

Prada yang sedang meminum kopinya sontak tersedak. Kaget mendengar adiknya memanggil dengan histeris begitu.

"I-iya, Yang? Ada apa?" Buru-buru Prada menyimpan gelas yang dipegangnya. Lalu tergesa menghampiri sang adik.

"A-Akaangg ... siniii!" suara Putli kembali memanggil di sela isakan tangisnya.

"Iya, Sayang, tenang. Akang di sini," jawab Prada seraya membuka pintu kamar mandi.

Dan betapa terkejutnya Prada melihat sang adik yang masih berjongkok tanpa mengenakan bawahan. Serta wajah bagian pipinya yang sudah dipenuhi air mata.

"Astagfirullah, Yang, kenapa?" tanya lelaki tinggi tersebut khawatir.

Belum sempat Putli menggerakkan bibirnya, Prada kembali bersuara, "Pipisnya udah? Kenapa gak dipakai celananya?"

"Udah, tapi ... i-itu ... keluar darah dari itu aku," gadis kecil tersebut berbicara dengan susah payah, karena tangisan yang masih menguasainya.

"A-APA? Darah gimana? Keluar dari mana?" Prada bergerak mendekati Putli.

"I-itu ... pas aku pipis. A-ada darahnya, Kang." Tangisannya masih terisak-isak. Lalu kedua tangannya menggapai Prada agar ikut berjongkok bersamanya.

"Da-darah gimana? Ka-kamu gak luka, 'kan?" tanya si kakak terbata-bata. "Ya udah, jangan jongkok gini, ayo berdiri." Prada meletakkan tangannya di kedua sisi tubuh Putli. Berusaha membantunya berdiri. "Tadi udah cebok, 'kan?"

"Udah," Putli menjawab pelan. "A-aku punya penyakit apa? A-aku s-sakit apa, Kang?"

"I-IIHH, tuh 'kan ... keluar lagi, Kang. Banyak banget, Kang. Ke ... kenapa inii?" Putli menjerit histeris saat melihat darah kembali mengalir di selangkangannya.

Prada melihat arah pandang adiknya, lalu tersadar setelah beberapa saat. "Sakit gak, Yang?" tanyanya pelan.

Putli kembali menengadah, melihat ke arah kakaknya. "Enggak," ujarnya diikuti gelengan kepala.

Akhirnya Prada bisa bernapas lega. Kini dirinya tahu, apa yang sebenarnya dialami oleh si adik tersayang.

"Udah, kamu jangan nangis. Ini hal yang normal, kok." Prada menyeka air mata di sekitar pipi sang adik.

"Normal gimana?" tanya Putli pelan. Masih berusaha mengendalikan tangisnya.

"Kamu gak sakit." Prada beralih mengusap-usap kepala Putli. "Kamu baik-baik aja, Sayang."

Prada harus menjelaskan dengan sangat jelas dan mudah dipahami untuk adiknya. Namun, sebelum itu, dia harus pergi membeli pembalut dulu. Sebelum darah yang keluar semakin banyak.

"Kamu tunggu dulu di sini, ya. Akang mau keluar dulu."

"Eh, k-kok keluar? M-mau ke-mana?" suara Putli tersenggal-senggal kembali. Akibat dari napasnya yang tak teratur dan air mata yang kembali mengalir.

"Sebentar. Akang keluar dulu, sebentar." Prada melepaskan genggaman Putli di lengannya. "Kamu jangan ke mana-mana. Tunggu di sini! Akang gak lama, kok. Cuma ke warung di seberang jalan aja."

Mau tak mau Putli menuruti ucapan Prada. Melepaskan kedua cengkramannya. Lalu membiarkan sang kakak berjalan menjauhinya.

"Jangan keluar dari kamar mandi. Tunggu di sini!" pinta Prada sebelum menutup pintu dan benar-benar menghilang dari hadapan Putli.

Random StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang