Seribu sehari.
***
"Lalu Nyonya mau ke mana?" tanya pelayan berkulit putih.
"Aku mau ke taman. Udah lama aku gak ke sana. Bunga pasti lagi bermekaran sekarang."
Dita berjalan melewati dua pelayan yang setia berada di dekatnya.
"Maaf Nyonya, tidak boleh," ujar salah satu pelayan, "Tuan sudah memberi pesan agar kami tidak membiarkan Nyonya turun ke bawah." Dia menghalangi langkah sang majikan.
"Aku cuma mau ke taman. Apa salahnya?" Dita menggeram kesal.
"Maaf Nyonya, kami hanya menjalankan perintah," ucapnya sopan. "Lagipula Tuan sangat mengkhawatirkan Nyonya. Tuan tidak ingin terjadi apa-apa pada Nyonya."
"Tolonglah, aku gak mau dikekang. Aku bukan tahanan ... lagi."
Dita jadi ingat kembali saat dirinya masih membangkang di awal-awal pernikahan. Semua pelayan dan bodyguard menjaganya dengan sangat ketat. Dia tak diperbolehkan keluar dari rumah.
Tapi sekarang lebih parah. Dita bahkan tidak diperbolehkan untuk turun ke bawah. Sungguh keterlaluan.
"Nyonya, bagaimana jika menonton film ... emm, drama Korea? Nyonya sangat menyukai drama Korea bukan?" si pelayan malah mengalihkan topik.
"Huh! Bosan!" Dita menggeleng sembari bersidekap. "Udah ratusan judul aku tonton."
"Bagaimana jika ...," pelayan lain mulai mencari akal agar sang nyonya tidak jadi turun ke bawah.
"Aku butuh udara segar. Aku harus menghirup udara yang bebas di luar sana!" Dita membeberkan alasan yang memang masuk akal.
"Itu bisa dilakukan dari kamar. Nyonya bisa melihat pemandangan dari balkon. Di sana udara juga terasa segar."
Mulai nyebelin nih orang! Dita mendengus, "Aku gak mau lihat dari sana! Aku mau lihat secara langsung!"
"Nyonya--"
"Kalian jahat!" bentakan Dita mengagetkan para pelayan. "Padahal ini kemauan dedek bayi. Dia mau melihat bunga-bunga bermekaran," suaranya kembali memelan. Tangannya mengelus si perut bulat dengan kepala menunduk.
Kedua pelayan yang berbeda tinggi tersebut saling pandang. Seolah berkomunikasi lewat tatapan.
"Dia juga mau lihat burung beterbangan. Lalu langit biru yang menenangkan."
"Nyonya, akan tetapi--"
"Aku itu lagi ngidam. Kalau gak diturutin nanti dia bisa ngambek." Dita melirik keduanya bergantian. "Emangnya kalian mau dimusuhin anakku?"
"Mana mungkin begitu," si pelayan berkulit putih mengelak.
"Iya, Nyonya. Itu hanya tahayul. Sebenarnya tidak ada yang seperti itu," pelayan yang satunya menimpali.
"Kalian jahat." Dita mulai berkaca-kaca. Tadinya dia hanya ingin berakting saja. Tapi ternyata perasaannya yang mengambil alih. Dia benar-benar sangat sensitif.
"Nyonya, jangan menangis," pelayan berbadan pendek berusaha menenangkan. Dia tak menyangka sang nyonya akan secengeng ini.
Pelayan yang satunya langsung cepat tanggap. Dia mengirim pesan pada bodyguard yang sedang berada di bawah agar dua orang dari mereka naik ke atas.
"Nyonya, ada apa ini?" Salah seorang bodyguard datang menghampiri. "Kenapa Nyonya berada di sini? Ayo kita kembali ke kamar."
Dita mendelik, "Kalian sama aja!"
"Nyonya, mengertilah. Di luar sedang dingin. Bukan tanpa alasan Tuan melarang Nyonya keluar."
"Tapi dia juga ngelarang aku turun ke bawah. Emangnya ada bahaya apa di bawah? Gak ada kan?" Dita mulai mengeluarkan isakan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Random Story
RomanceCerita random dengan artis lokal dan inter sebagai penggambaran karakter.