22. Hampir Saja

19 2 0
                                    

Dita dan Yuta

"Eum, Mass," Dita mendesis kala Yuta menciumi rahangnya.

Lelaki tersebut hanya mengerang menahan geraman, lalu kembali mencium bibir tebal Dita.

"Mm," Dita begumam di antara gempuran Yuta di bibirnya.

Walaupun tangannya berusaha meronta, cengkraman Yuta pada pinggangnya terlalu erat. Terlebih satu tangannya menahan tengkuk Dita agar terus menempel pada tubuhnya.

Posisi mereka yang duduk berhadapan semakin menyulitkan gerakan Dita. Suhu AC di dalam mobil yang sangat rendah juga membuat Dita merasa kedinginan.

"Mas," Dita mendorong kepala Yuta dengan sekuat tenaga. Di saat lelaki tersebut sedang menjeda ciumannya. "Sudah," rengek Dita memelas.

Tatapan Yuta sudah diselimuti kabut gairah. Dia tak bisa mengendalikan gerakannya. Nafsu sudah mengambil alih kewarasannya.

"Mas!" Dita memukul kepala Yuta saat lelaki tersebut akan melumat bibirnya kembali.

"A-Aw!" jerit Yuta pelan. Matanya langsung menatap kesal pada sang kekasih.

"Istigfar, Mas," Dita mengingatkan agar Yuta tersadar dan tak melewati batas.

"Astagfirullah," ucapnya lirih. Lalu akan bergerak mengecup bibir Dita lagi.

"Ish!" Dita memukul kembali kepala si lelaki bengal di hadapannya.

"Ih, KDRT kamu," Yuta mencibir sambil memegang kepalanya.

"Ingat, kita belum menikah, Mas." Dita menatap tajam calon suaminya. "Kita baru saja tunangan kemarin."

"Itu lamaran, Sayang, bukan tunangan." Yuta memajukan kepalanya, namun lagi-lagi ditepis tangan gesit Dita. "Kita menikah dua minggu lagi. Apa bedanya nanti dan sekarang?" protesnya lirih.

"Jelas beda. Jika sudah menikah, itu akan mendatangkan pahala. Jika sekarang, hanya akan mendatangkan dosa, Mas," Dita berucap pelan. Berusaha menjauhkan wajah Yuta dari wajahnya.

"Dosa aku sudah banyak, Mas. Jangan menambah beban dosaku lagi."

Yuta tersenyum tipis. "Biar aku yang menanggung dosanya."

"Mana ada. Jika kita melakukan berdua, aku dan kamu sama-sama mendapatkan dosanya." Dita bangkit dari pangkuan Yuta. Niatnya akan pindah ke bangku kemudi. Tapi lagi-lagi lelaki berparas tampan tersebut mencengkram pinggangnya.

"Satu ciuman," pintanya melas. Tatapan matanya tidak sesayu tadi. Sekarang malah ada kerlingan jahil di matanya.

"Tidak mau." Dita mengusap kesal wajah lelaki dengan bibir manyun tersebut.

Setelah berhasil menjauhi tubuh Yuta, Dita duduk sebentar di kursi kemudi. Lalu membuka kunci pintu dan keluar dari sisi tersebut.

Dia memilih memutari mobil untuk kembali masuk di bagian pintu sebelah kiri. "Pindah, Mas," perintah Dita saat mendapati Yuta masih duduk sambil mengamati pergerakannya.

"Baik, Kanjeng Ratu." Yuta menurut. Langsung melompat pindah ke kursi kemudi. Tempat dia seharusnya berada.

Dita mengunci pintu setelah mendudukkan diri di kursi penumpang. Tanpa melihat ke arah lelaki di sampingnya, dia bergerak menaikkan suhu AC agar tidak terlalu dingin.

Random StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang