19. Bukan Mas Ganteng!

21 4 0
                                    

[Bang Seokjin]
|
Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
/

//

"Bang Ganteng. Bukan Mas Ganteng! Udah berapa kali sih aku bilang!" tegas aku pada salah satu temanku. Aku kesal. Dia terus-terusan menyebut abangku Mas Ganteng.

"Ya, sama aja, Yu. Yang penting, 'kan dia ganteng. Iya gak?" ledek Nari sembari menaik-turunkan alisnya.

"Enggak. Enggak sama! Aku gak suka soalnya." Aku membereskan buku-buku dan peralatan tulisku ke dalam tas. Bel pulang sekolah sudah berbunyi lima belas menit yang lalu. Aku telat pulang karena melakukan piket kelas terlebih dahulu.

"Yu, si Mas Ganteng ngejemput kamu gak?" tanya Nari penuh harap.

"Enggak! Jangan harap, deh." Aku tahu betul temanku ini sangat menyukai Bang Seokjin. Akhir-akhir ini dia sedang gencar-gencarnya mendekati abangku.

Yah, sebenarnya bukan hanya Nari yang kepincut pesona Bang Seokjin. Tapi hampir separuh siswi di sekolahku mengaguminya. Aku tidak bisa mengatakan semuanya, karena jujur saja ada beberapa siswi yang menyatakan ketidaksukaannya pada abangku.

"Ohh, Maan!" Ternyata dugaanku salah. Seorang Seokjin Winola sekarang sedang berjalan ke arahku. Penampilannya yang mencolok langsung menarik perhatian. Dia bahkan melambai-lambai penuh kesombongan setiap melewati sekumpulan siswi yang menatapnya penuh harap.

Aku tidak tahu jika hari ini dia akan menjemputku pulang sekolah. Kemarin si abang bilang bahwa dia akan kuliah dan sibuk dengan kegiatan band-nya.

"Yuyu!" Bang Seokjin merentangkan kedua tangannya ketika sudah di hadapanku. Lengkap dengan senyuman memikatnya yang bisa saja membuat seorang gadis pingsan.

"Apaan sih, Bang!" Aku melengos melewatinya. Kesal sekali. Bisa-bisanya dia mau melakukan hal seperti itu di area sekolah.

"Yuyu, ihh!" geraman kesal si abang terdengar di belakangku. "Eh, Nar, dia kenapa, sih?" kini Bang Seokjin beralih ke Nari.

"Dia ngambek karena aku manggil abang, Mas Ganteng."

"Mas Ganteng? Bagus juga," respon Bang Seokjin memang sesuai dugaanku. Dia selalu senang jika ada yang memujinya. Tak peduli apapun nama panggilannya. Dan tanpa perlu repot-repot berbalik, aku tahu dia sedang terkekeh senang sekarang.

"Tuh, 'kan. Mas Ganteng aja gak keberatan. Kenapa si Adik keberatan, yaa?!" ledekan Nari sangat jelas ditelingaku. Dasar! Aku tahu betul raut mukanya bagaimana saat ini.

Celotehan demi celotehan terus terdengar setiap kakiku melangkah. Aku geram. Mereka bahkan terang-terangan membicarakan tentang diriku. Padahal jelas-jelas aku berada tepat di depan mata mereka.

"Yumi tuh tadi narik orang, loh."

"Narik gimana?"

"Iya. Waktu di kantin dia tiba-tiba narik-narik orang. Dia kira itu aku, padahal aku ada di belakangnya."

"Terus-terus?" tanya Bang Seokjin antusias.

"Yang lebih parahnya lagi, dia sampe ngerangkul orang itu. Karena masih belum nyadar juga. Eh, pas diliat, ternyata dia cowookk. Rambutnya panjang sebahu. Gondrong gitu," cerita Nari yang heboh itu mendapat respon luar biasa dari si abang. Bisa kudengar suara tawanya yang menjadi-jadi sekarang.

"Ehm!" aku berusaha berdeham agar mereka sadar akan keberadaanku.

"Terus gimana, cowoknya? Dia kaget gak?"

"Ehm!" Aku berdeham lagi sebelum Nari membuka mulut kembali. "Aku dengar semuanya, looohh," aku menggeram agar dia sadar akan ucapannya.

"Cowoknya? Ya, kagetlah. Dia sampe ngedorong Yuvi tanpa sadar. Dan lebih parahnya lagi ... dia cowok yang Yuvita sukai, Mass. Kakak kelas yang dikejar-kejarnya ituu." Dengan kurang ajarnya si Nari masih saja melanjutkan ceritanya tak kalah heboh lagi.

Random StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang