Lagi-lagi Taeyong meninggalkan berkas penting di rumah. Dan aku sebagai pesuruh yang menjadi sasaran perintahnya. Beruntung kini mobil hitam yang rusak itu telah selesai diperbaiki. Jadilah aku tak perlu susah-susah mencari kendaraan umum lagi.
Aku berjalan cepat-cepat ke dalam kantor. Mendahului seseorang yang akan menaiki lift. Jika telat sedikit saja, orang itu akan masuk dan aku harus menunggu lift berikutnya.
"Akhirnya sampai juga." Aku menghela napas lega setelah sampai di depan ruangan Taeyong. Pintu kokoh tersebut kuketuk beberapa kali.
"Masuklah," terdengar sahutan dari dalam.
Aku bergegas mendorong pintu, lalu menghampirinya yang sudah berdiri di depan meja.
"Syukurlah kamu datang tepat waktu." Taeyong segera mengambil alih berkas merah dari tanganku.
"Apa ini!!" Taeyong tiba-tiba membentakku. "Apa yang kamu bawa ke sini, Dita?!" Dia melotot marah, seakan siap untuk mencabik-cabik diriku.
"Tuan, ap-apa yang anda bicarakan? Itu berkas yang anda minta." Aku jelas saja bingung. Aku melakukan sesuai perintahnya.
"Kamu itu bagaimana! Mengerjakan hal sekecil ini saja tidak bisa!" Taeyong berdecak. Dilemparnya berkas tersebut ke lantai.
"Aihh, saya harus meminta yang lain untuk membawa berkas itu." Lelaki dengan penuh amarah itu menjauhiku. Di dekat jendela, dia menelepon seseorang yang ada di rumah.
Aku mencelos. Ketika kulihat berkas yang susah payah kubawa teronggok tak berdaya di lantai. Apa salahku?
Jujur saja, aku tak mengharapkan sebuah sanjungan atas usahaku. Aku juga tak berharap akan mendapatkan ucapan terima kasih. Walaupun itu wajar kudapatkan.
Aku hanya berharap apa yang kulakukan dihargai. Tak diremehkan. Apalagi direndahkan seperti ini.
Tapi jangankan mendengar ucapan terima kasih, Taeyong bahkan tak menghargai usaha dan tenagaku. Dia menganggap yang kulakukan hanyalah sia-sia belaka.
Keringat lelahku bahkan masih menetes di pelipis. Aku mendengus pasrah. Ini sudah tugasku. Dan resiko inilah yang kudapat jika bekerja sebagai pelayan. Aku memang tak boleh mengeluh.
"Kenapa kamu selalu saja ceroboh!" Taeyong kembali berjalan mendekatiku. Amarah masih terlihat jelas di matanya.
"Tuan, apa maksud anda?" Aku merunduk untuk mengambil berkas di bawah. "Ini berkas berwarna merah yang anda minta. Saya tidak mengerti, apa salah saya?"
"Kamu itu salah. Kenapa tidak mengerti juga!" Taeyong melonggarkan dasi yang sepertinya mencekik leher. Napasnya memburu. Dia benar-benar sedang marah. "Kamu salah mengambil berkas! Saya bilang ambil yang ada di atas meja. Kenapa kamu malah mengambil yang ini?!" Dia menunjuk-nunjuk berkas di tanganku.
"Tapi ini map merah yang anda maksud. Satu-satunya yang ada di meja. Tidak ada lagi yang lain." Aku benar-benar tidak mengerti. Tidak ada lagi map yang ada di atas meja kerja Taeyong. Hanya itu satu-satunya. Aku masih merasa diriku tak bersalah sama sekali.
"Kamu jangan terus mengelak. Jika salah, mengaku saja salah!" Taeyong membentakku kembali.
"Ta-tapi,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Random Story
RomanceCerita random dengan artis lokal dan inter sebagai penggambaran karakter.